Minggu, 21 Februari 2016

Makalah Hadits Tarbawi: Tanggungjawab Pendidikan Islam



TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM ISLAM

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah : Hadits II (Tarbawi)
Dosen Pengampu : Hj. Istianah

Disusun Oleh:
Kelas PAI-O semester 3
Muhammad Haidarullah:                                1410110559 










 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya tujuan dari hidup seorang muslim adalah untuk beribadah pada Allah SWT. Karena beribadah adalah bentuk realisasi dari keimanan dan diaplikasikan dalam setiap sendi-sendi kehidupan dan itu adalah menjadi tujuan dari pendidikan islam. Sedangkan tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya insan yang memiliki dimensi religius, berbudaya, dan berkemampuan ilmiah.
Dewasa ini, pendidikan terbagi menjadi dua yaitu, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal adalah sekolah dalam naungan pemerintah. Serta pendidikan formal bertanggung jawab atas pendidikan peserta didik, yang bertanggung jawab adalah guru, kepala sekolah. Sedangkan pendidikan nonformal adalah pendidikan pertama bagi anak yaitu orang tua dan pendidikan dalam masyarakat. Orang tua yang bertanggung jawab sepenuhnya atas pendidikan anaknya sampai akhir anak itu mandiri. Masyarakat bertanggung jawab dalam mengawasi hasil dari pendidikan yang telah diitempuh oleh peserta didik.
Lembaga-lembaga tersebut yang ikut bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik atau seseorang dalam perkembangan rohani dan jasmaniyah agar tercapai tingkat kedewasaan dan mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai makhuk Allah , makhluk sosial dan sebagai individu.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab pendidikan?
2.      Bagaimana tanggung jawab pendidikan dalam keluarga?
3.      Bagaimana tanggung jawab pendidikan dalam  lembaga pendidikan dan guru?
4.      Bagaimana tanggung jawab pendidikan dalam masyarakat dan pemerintah?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tanggung Jawab Pendidikan
Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau ada terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dsb.)[1] Jadi, tanggung jawab adalah sikap seseorang  secara sadar, berani dan mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya.
Begitu pula halnya dengan tanggung jawab terhadap pendidikan yaitu untuk mengantarkan para peserta didik agar lebih mengenal karakteristikk dirinya.
Pendidikan pada dasarnya adalah proses memanusiakan manusia (humanising human being) artinya pendidikan adalah suatu  upaya  pengangkatan  manusia ke taraf insani sehingga ia dapat menjalankan hidupnya sebagai   manusia   utuh, bermoral bersosial, berkarakter, berpribadi, berpengetahuan berohani.
Dalam GBHN (Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978), berkenaan dengan pendidikan dikemukaan antara lain sebagai berikut : “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga,sekolah dan masyarakat, karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.[2]
Jadi, pendidikan bukan hanya sepenuh nya ditanggung oleh pihak sekolah, akan tetapi, keluarga dan masyarakatpun ikut berkiprah, terutama keluarga. Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik ialah membantu anak-anak didik di dalam perkembangan dari daya-daya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan dan bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.

B.     Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Keluarga
Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka, karena merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua itu memegang peranan penting dalam pendidikan anak-anaknya. Sejak anak dalam kandungan , setelah lahir hingga dewasa , masih perlu kita bimbing.[3]
Disinilah peran orang tua sangatlah penting bagi anak dalam segala hal kehidupan, termasuk dalam hal pendidikan bagi anaknya. Karena orang tua merupakan sekolah pertama bagi anaknya dan secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Dan karena orang tua, sifat dan kepribadian anak itu terbentuk. Hal ini juga disampaikan Nabi saw, dalam haditsnya
كل مولود علي الفطرة بواه يهودانه او ينصرانه  او يمجسا نه (رواه البخاري)       Artinya: “Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi” (H.R Bukhari)[4]

Seorang ibu sebenarnya memegang peran penting dan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya. Sejak anak lahir, ibunyalah yang selalu ada disampingnya. Oleh karena itu, anak akan meniru perangai ibunya dan menjadi teman pertama bagi anaknya serta orang pertama yang dipercayainya. Serta ibu menjadi sekolah pertama bagi anaknya dan memperoleh predikat sebagai pendidik bangsa. Penyair terkenal Hafez Ibrahim pernah menulis :
الأم مدرسة اذااعددتهااعددت شعبا طيب الاعراق         
“Ibu adalah sekolah, bila dipersiapka dapat membentuk bangsa yang baik dan kuat.”
Dalam kesempatan yang lain ia pernah pula bersyair :
الأم روض ان تعهده الحياة اورق ايما ايراق الأم استاذة من الأساتذة الاولى شغلت ماثرهم مدى                                                                الافاق
“Ibu adalah suatu taman (berisi tanaman yang indah), bila dipelihara tanaman taman itu maka berdaunlah dengan daun yang sebagaimana mestinya. Ibu adalah seorang guru dari guru-guru yang utama yang memberikan bekas sepanjang masa.”

Tanggung jawab seorang ayah tidak kalah penting, ayah merupakan penolong utama bagi anak yang agak besar baik laki-laki maupun perempuan. Dalam tarikh Bukhari di sebutkan bahwa Nabi Muhammad saw pernah menerangkan :
مانحل والدولده من ادب حسن (روه الترمذي)                               
“Tidak ada pemberian yang lebih baik dari ayah kepada anaknya selain budi pekerti yang baik. (HR. al-Turmudzi).”[5]

Hal di atas menunjukkan ciri-ciri dari watak rasa tanggung jawab setiap orang tua atas kehidupan anak-anak mereka masa kini dan masa menddatang. Bahkan orang tua umunya merasa bertanggung jawab atas segalanya dari kelangsungan hidup anak-anak mereka. Karenanya tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpikul pada orang tua.
Dalam bukunya, Zakiah Drajat mengemukakan hadits mengenai kewajiban dan tanggung jawab orang tua untuk mendidik dan membimbing perkembangan anak-anaknya,
وقال انس رضي الله عنه قال النبي صلى الله عليه وسلم : الغلام يعق عنه يوم السابع ويسمى ويماط عنه الاذى فاذا بلغ ست سنين ادب فاذا بلغ تسع سنين عزل فراشه فاذا بلغ ثلاثة عشر ضرب للصلاة فاذا بلغ ستة عشر زوجه ابوه ثم اخذ بيده وقال قد ادبتك وعلمتك وانكحتك اعوذ بالله من فتنتك فى الدنيا وعذابك فى الاخرة                             
“Anas mengatakan bahwa Rasulullah bersabda : anak itu pada hari ke tujuh dari kelahirannya disembelih akikahnya, serat diberi namanya dan disngkirkan dari segala kotoran-kotoran. Jika ia telah berumur 6 tahun ia didik beradab susila, jika ia berumur 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya dan jika ia telah berumur 13 tahun dipukul agar mau sembahyang (sholat). Bila ia telah berumur 16 tahun boleh dikawinkan, setelah itu ayah berjabatan tangan dengannya dan mengatakan : “saya telah mendidik, mengajar dan mengawinkan kamu, saya mohon perlindungan kepada Allah dari fitnahan-fitnahan di dunia dan siksaan di akhirat.”[6]
Berdasarkan hadits di atas, kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya mulai anak itu lahir sampai anaknya nikah. Dengan demikian tanggung jawab pendidikan anak pada dasarnya merupakan tanggung jawab orang tuanya.
Dalam sabda Nabi saw, dinyatakan: “dan perempuan adalah pemimpin dirumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinannya” (H.R Bukhori-Muslim). Hal itu berimplikasi pada pola dan sistem pendidikan laki-laki dan pendidikan perempuan, karena pendidikan pada dasarnya suatu upaya untuk membimbing manusia dalam memenuhi kewajibannya.[7] Oleh karena itu pendidikan pertama dan utama adalah pendidikan keluarga sebab dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga pendidikan.
C.    Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Lembaga Pendidikan dan Guru
Guru atau pendidik sebagai orang tua ke dua dan sekaligus penanggung jawab pendidikan anak didiknya setelah kedua orang tua di dalam keluarganya memiliki tanggung jawab untuk memberikan penddidikan yang baik kepada peserta didiknya.[8] Oleh karena itu, pendidik atau guru penanggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung di sekolah, karena konsekuensi logis dari sebuah amanat yang dipikul oleh pendidik atau guru.
Nabi saw, bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من علم علما فكتمه الجمه الله يوم القيامة بلجام من نا ر
“Barang siapa saja ditanya tentang ilmu kemudian menyimpan ilmunya (tidak mau megajarkan), maka Allah akan mengekang dia dengan kekangan api neraka pada hari kiamat”[9]

Dari penjelasan hadits di atas, menunjukkan pendidik atau orang yang punya ilmu bertanggung jawab mengajarkan ilmu dimiliki. Salah tanggung jawab seorang guru medidik anak didiknya ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat dan berkewajiban berprilaku baik baik dalam mengajar dan dalam masyarakat.
Selain itu, sekolah merupakan pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah.[10] Sekolah atau madrasah adalah adalah lembaga yang penting setelah keluarga. Sekolah berfungsi untuk membantu keluarga menanamkan nilai-nilai pendidikan.[11] Dengan demikian, lembaga pendidikan ikut bertanggung jawab atas pendidikan anak didik yang mana lembaga juga bertujuan untuk membimbing anak didik menjadi manusia yang berkepribadian Islam.
Tanggung jawab yang diemban oleh madrasah atau sekolah setidaknya mencerminkan sebagai lembaga pendidikan Islam yang lain. Menurut al-Nahlawi, tugas lembaga pendidikan sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
1.       Merealisasikan pendidikan Islam yang didasarkan pada prinsip pikir, akidah yang di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.      Memelihara fitrah anak didik sebagai insan yang mulia.
3.      Membersihkan pikiran dan jiwa dari pengaruh subjektivitas (emosi).
4.      Memberikan wawasan moral dan nilai serta peradaban manusia yang membawa hasanah pemikiran anak didik menjadi berkembang.
5.      Menciptakan suasana kestuan dan persatuan serta kesamaan antar anak didik.
6.      Tugas mengoordinasi dan membenahi kegiatan pendidikan.
7.      Menyempurnaan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga, masjid dan pesantren.[12]
D.    Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Masyarakat dan Pemerintah
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyakarat dapat diartikan sebagai sekumpulan individu dan kelomp yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat yang ada didalamnya. Pemimpin muslin tentu saja ingin setiap anak dididik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya.
Dengan demikian, di pundak mereka terpikul keikutsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggung jawab moral setiap orang dewasa baik perseorangan maupun sebagai kelompok sosial.[13] Tanggung jawab utama dari pemerintah terhadap pendidikan adalah menangani pendidikan yang islami dan disinilah sebenarnya letak kunci keberhasilan untuk mencapai hidup makmur dan bahagia bagi seluruh masyarakat.[14]
Dan sabda Rasulullah saw :
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته (رواه البخا رى)
“semua kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas yang dipimpin.”[15]

Dengan demikian jelaslah bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus. Selanjutnya siapa yang memiliki syarat-syarat tanggung jawab ini tidak hanya bertanggung jawab terhadap perbuatannya dan perbaikan dirinya, tetapi bertanggung jawab terhadap perbuatan orang-orang yang berada di bawah perintah, pengawasan, tanggungannya dan perbaikan masyarakat.



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Kewajiban berpendidikan atau kewajiban menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim baik itu laki-laki maupun perempuan. Begitu juga dalam tanggung jawab pendidikan. Semua kalangan masyarakat ikut serta bertanggung jawab, mengawasi dalam proses pendidikan. Kalangan masyarakat, yaitu keluarga, guru atau pendidik, lembaga pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Keluarga meruapakan orang yang pertama dan utama yang bertanggung jawab bagi anaknya. Oleh sebab itu, anak akan meniru contoh perilaku orang tua. Secara kodrat, orang tua bertanggung jawab penuh atas anaknya, baik dalam pendidikan dan dalam kebutuhan kehidupan.
Guru merupakan orang kedua yang bertanggung jawab atas pendidikan anak didiknya. Begitu juga halnya lembaga pendidikan yang notabenya sebagai tempat anak didik belajar mulai dari masuk lembaga pendidikan hingga keluar dari lembaga pendidikan itu.
Masyarakat merupakan evaluator pendidikan yang bisa langsung menilai dari hasil belajar anak didik dan bisa mengarah pendidikan yang akan ditempuh anak sebagai anggota masyarakat. Sedangkan pemerintah bertanggung jawab terlaksananya pendidikan dalam sebuah negara atau bangsa.
B.     Saran
Dalam melaksanakan tanggung jawab pendidikan perlunya kerja sama antar kalangan masyarakat, mulai dari keluarga sampai pemerintah. Jangan ada rasa saling menyalah satu sama lain. Orang tua dan masyarakat ikut serta dalam membimbing anak serta mejadi pengawas pendidikan yang sedang ditempuh anak.



DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, Djumransyah dan Abdul Malik Karim. 2007.  Pendidikan Islam, Malang: UIN-Malang Pers.

Drajat, Zakiah; dkk. 2008. Ilmu Pendidikan Islam.  Jakarta: Bumi Aksara.

Falah, Ahmad. 2010.  Hadits Tarbawi. Kudus: Nora Media Enterprise.

Juwariyah. 2010. Hadits tarbawi.  Yogyakarta: Teras.

Mujib, Abdul. 2006.  Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Nirmala, Andini T. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Prima Media.


[1] Andini T. Nirmala, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Prima Media, 2003), Hal. 455
[2] Zakiah Drajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Hal. 34
[3] Ibid., Hal. 35
[4] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi,  (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010),  hlm. 12
[5] Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Pers, 2007), Hal. 85-88
[6] Zakiah Drajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Hal. 38
[7] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), Hal. 226
[8] Juwariyah, Hadits tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), Hal. 100
[9] Zakiah Drajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Hal. 40
[10] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Hal. 225
[11] Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Hal. 93
[12] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Hal. 243-244
[13] Zakiah Drajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Hal. 44-45
[14] Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Hal. 100
[15] Zakiah Drajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Hal. 47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar