Selasa, 02 Juni 2015

Makalah Logika: Pengertian, Objek Kajian, Macam-Macam, Sejarah, Hukum dan Manfaat Logika



PENGANTAR DISIPLIN ILMU LOGIKA
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas  
Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah: Logika
Dosen pengampu : Rochanah, M.Pd.I
 
Disusun oleh :
Muhammad Haidarullah        1410110559



 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  KUDUS
TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
DAFTAR ISI





BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Kata logika atau logis sangat akrab dengan kita. Kita sering berbicara tentang prosedur yang logis sebagai lawan dari prosedur yang tidak logis, penjelasan yang logis sebagai lawan dari penjelasan yang tidak logis, pikiran yang logis sebagai lawan dari pikiran yang tidak logis, tindakan yang logis sebagai lawan dari tindakan yang tidak logis. Dalam contoh-contoh tersebut kata logis dipakai dalam arti yang sama dengan masuk akal, dapat dimengerti.
Untuk mengerti apa sesungguhnya logika, kita harus mempelajarinya secara teratur dan sistematis. Mempelajari logika berarti mempelajari metode-metode dan prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan penalaran yang tepat (valid) dari penalaran yang tidak tepat (valid). Itu tidak berarti bahwa mempelajari logika merupakan satu-satunya cara yang membuat orang bernalar secara tepat. Akan tetapi, orang yang telah mempelajari logika lebih mungkin bernalar secara tepat daripada kalau tidak mempelajari logika.
Logika tidak memberikan jaminan bahwa kita akan selalu sampai pada kebenaran karena kepercayaan-kepercayaan yang menjadi titik tolak kita kadang -kadang salah. Namun dengan mengikuti prinsip-prinsip yang tepat, kita perlu mengulang kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan.

2.      Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas mengenai gambaran umum logika,  maka pemakalah merumuskan beberapa masalah dintaranya yaitu:
1.      Apa definisi logika?
2.      Apa sajakah objek dari logika?
3.      Bagaimana pembagian logika dari segi jenis, metode dan kualitas logika?
4.      Bagaimanakah sejarah perkembangan logika?
5.      Bagaimana hukum mempelajari logika?
6.      Apakah manfaat mempelajari logika?

3.      Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami definisi ilmu logika baik dari segi etimologi dan terminologi ilmu logika,
2.      Mengetahui dan memahami objek kajian ilmu logika baik dari pengertian dan macam-mcam objek kajian ilmu logika,
3.      Mengetahui dan memahami pembagian atau macam-macam ilmu logika dari segi jenis, metode dan tingkatan ilmu logika,
4.      Mengetahui dan memahami sejarah perkembangan dan pertumbuhan awal dari ilmu logika sampai keluar dari wilayah asalnya (Yunani),
5.      Mengetahui dan memahami pendapat sebagian ulama’ mengenai hokum mempelajari ilmu logika dan mampu bersikap netral dari paham radikal dari ilmu logika,
6.      Mengetahui dan memahami manfaat dari ilmu logika yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.












BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Logika
Secara etimologi Logika berasal dari Bahasa Yunani Logos yang berarti “kata” atau “pikiran yang benar” (Hasbullah Bakry : 1981, 15)[1]. Disisi lain mengatakan, Logika berasal dari bahasa Latin yakni kata Logos yang berarti “perkataan” atau “sabda” (K. Prent C.M, J. Adisubrata, dan W.J.S Poerwadarminta: 1969, hlm. 501)[2]. Menurut Poedjawijatana, logika adalah “filsafat berpikir”. Yang berpikir itu manusia dan berpikir itu merupakan tindakan manusia. Tindakan ini mempunyai tujuan, yaitu untuk tahu (Poedjawijatana, 1992: 9)[3]. Menurut K. Bertens dalam Suraijaya mengatakan bahwa Logika adalah ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita (Suraijaya, 2005: 23). Dalam buku Logic and Language of Education, Logika disebut sebagai penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berpikir (GeorgeF. Kneller: 1996, hlm. 13)[4]
Sedangkan dalam bahasa Arab , Logika disebut Ilmu Mantiq dari kata dasar Nataqa yang berarti berbicara atau berucap (Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: 1984, hlm. 1531, Al-Ma’luf,1986, hlm. 816)[5]. Menurut Ibnu Khaldun, bahwa Ilmu Mantiq (logika) merupakan undang-undang yang dapat dipergunakan untuk mengetahui pernyataan yang benar dari pernyataan yang salah (Ibnu Khaldun: 2000, hlm. 474)[6].
Prof. Thaib Thohir A. Mu’in mendefinisikan Ilmu Mantiq sebagai ilmu yang dipergunakan untuk menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suatu kebenaran (Thaib Thahir A. Mu’in: 1966, hlm. 16). Tidak ketinggalan Irving M. Copi juga mendefinisikan bahwa logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah (Irving M. Copi: 1978, hlm. 3)[7].
Logika merupakan bagian dari filsafat yang memperbicangkan hakikat ketepatan, cara meyusun pikiran yang dapat menggambarkan ketepatan pengetahuan. Logika tidak mempersoalkan kebenaran sesuatu yang dipikirkan tetapi membatasai diri pada ketetapan susunan berpikir menyangkut pengetahuan. Jadi, Logika mempersyaratkan kebenaran, bukan wacana kebenarannya. Dan bidang perhatian dan tugas logika adalah menyelidiki penalaran yang tepat, lurus, dan semestinya sehingga dapat dibedakan dari penalaran yang tidak tepat.[8]
Demikian bahwa Logika merupakan salah satu disipilin ilmu yang menitikberatkan pada berpikir atau bernalar dengan teliti dan teratur dengan tujuan untuk mengetahui dan memperoleh suatu kebenaran serta membedakan pernyatan benar dan pernyataan yang salah. Bisa juga Logika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari aturan-aturan dan cara berpikir serta mengatur penelitian hukum-hukum akal manusia yang mana hasilnya dapat menyampaikan pikiran atau pikiran mencapai kebenaran serta mengetahui mana yang salah.
2.      Objek Kajian Logika
Dalam pembahasan sebelumnya logika memperbicangkan hakikat dan menyelidiki penalaran yang tepat, lurus, dan semestinya sehingga dapat dibedakan dari penalaran yang tidak tepat. Logika menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapatkan kebenaram, terlepas dari segala kepentingan dan keinginan perorangan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek.
Sebelum mengetahui lebih lanjut objek kajian logika alangkah baiknya mengetahui maksud dari objek itu sendiri. Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan atau sasaran dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Dilihat dari segi objeknya, objek logika ada dua yaitu objek material (Mantiq Al-Maddi) dan objek formal (Mantiq As-Suwari)[9]. Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan, yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pementukan pengetahuan itu, atau dari sudut pandang apa objek materia itu disoroti (Surajiyo, 1005: 11)[10].
Oleh karena yang berpikir itu manusia, maka yang menjadi objek atau lapangan penyelidikan logika secara materia (sebagai sasaran umum) ialah manusia itu sendiri. Tetapi manusia ini disoroti dari sudut tertentu (secara khusus) sebagai objek forma, ialah budinya (Poedjawijatana, 1992: 14)[11]. Cara pemikiran dalam objek-objek logika secara radikal dibagi menjadi dua. Cara pertama disebut berpikir deduktif (umum ke khusus) dipergunakan dalam Logika Forma yang mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan  mempergunakan hukum-hukum, rumus-rumus dan patokan – patokan yang benar. Cara kedua, berpikir induktif (khusus ke umum) dipergunakan dalam Logika Materia, yang mempelajari dasar-dasar persusaian pikiran dengan kenyataan. Logika Materia menilai hasil pekerjaan Logika Forma dan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris[12].
Secara garis besar, objek bahasan - bahasan logika (mabahis ilm al-mantiq), dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek, yaitu bahasan ‘kata-kata’ (al-alfadh), bahasan proposisi (al-qadliyah) dan bahasan pemikiran atau penalaran (al-istidlal)[13]. Sesuai dengan objek bahasan logika, pertama-tama yang harus dipelajari adalah bahasan kata-kata, kemudian bahasan proposisi dan diakhiri bahasan penalaran. Karena tidak mungkin seseorang dapat melakukan penalaran atau berpikir tanpa mengetahui proposisi suatu kegiatan berpikir, begitu juga tidak mungkin mengetahui proposisi berpikir tanpa mengetahui kata-kata yang sesuai. Tujuan yang paling utama dari pelajaran ilmu mantiq (logika) adalah tentang al-istidlal (penalaran), tetapi sesungguhnya penalaran itu tersusun dari beberapa kata-kata[14].
4.      Pembagian Logika
a.      Logika dilihat dari jenisnya,
Dalam jenisnya, logika terbagi menjadi dua macam, yaitu logika formal dan logika material. Mungkin sama dalam pembagian pada objek logika, namun terdapat perbedaan dalam pengertiannya.
1.      Logika Formal, logika yang mempelajari azas-azas, aturan-aturan atau hokum-hukum berpikir yang harus ditaati agar orang dapar berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran
2.      Logika Material, logika yang mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika  formal dan mengujinya dengan kenyataan-kenyataan praktis yang sesungguhnya (Hasbulllah Bakry, 1970: 17)[15]
b.      Logika dilihat dari metodenya,
Dalam pembagian ini didasarkan pada pola berpikir ilmiah manusia yaitu berpikir logika tradisional dan berpikir logika modern.
1.      Logika Tradisional (al-mantiq al-qadim), logika Aristoteles yang bersifat deduktif, artinya berpikir dari keputusan yang bersifat umum untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.  Menurut Yuyun S. Suriasumantri, logika deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, penarikan ini dinamakan Silogismus.
2.      Logika Modern (al-mantiq al-hadis), logika yangbersifat induksi, artinya berpikir dari berangkat dari peristiwa yang bersifat khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum. Menurut  Yuyun S. Suriasumantri, logika induksi adalah cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual (khusus).[16]
c.       Logika dilihat dari kualitasnya,
Bila dilihat dari aspek kualitas  kemampuan  orang berpikir, maka logika itu dapat dikelompokkan menjadi dua tingkatan, yaitu logika naturalis dan logika artifisialis atau logika ilmiah.
1.      Logika Naturalis (al-mantiq al-fitri), logika yang berdasarkan kemampuan akal pikiran bawaan manusia sejak lahir. Akal manusia yang normal dapat berkerja secara spontan sesuai dengan hukum-hukum logika dasar. Bagaimanapun rendahnya intelegensi seseorang, ia pasti dapat membedakan sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu lain, dan bahwa  dua kenyataan yang bertentangan tidaklah sama. Kemampuan berlogika naturalis pad tiap-tiap orang berbeda-beda tergantung dari tingkatan pengetahuannya.
2.      Logika Artifisialis atau Ilmiah (al-mantiq al-shuri), logika yang bertugas membantu al-mantiq al-fitri dan mengatasi kenyataan yang tidak dapat ditanggulangi al-mantiq al-fitri ­guna menyusun hokum, patokan dan rumus berpikir lurus. Logika ini memperluas, memperhalus, mempertajam serta menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien, mudah dan aman. Logika ini yang menjadi pembahasan logika sekarang ini (Mundiri, 1993:13-14).[17]
5.      Sejarah Logika
Menurut sejarah, dasar-dasar ilmu mantik (logika) sudah dipelajari semenjak zaman Luqman Hakim atau zaman Nabi Daud As. Dari Luqman hakim turun kepada filosof Benduples, kemudian turun kepada filosof Sabqarates dan Baqrates, lalu turun kepada Aflathun, dan akhirnya sampai kepada filosof Aristoteles yang dikenal sebagai bapak logika.[18] Logika merupakan cabang dari llmu filsafat, maka sejarah lahirnya logika tidak bisa lepas dari bagaimana filsafat itu muncul. Filsafat pertama kali muncul di yunani, yaitu pada abad ke 6 SM. Pada waktu itu orang -orang Yunani mulai kritis terhadap alam sekitar dan mulai memikirkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Merekalah orang-orang yang berusaha keras menganalisis dan menyusun kaidah-kaidah berpikir agar terhindar dari kesalahan dalam membuat kesimpulan.
Sejarah singkat logika dari masa pertumbuhannya hingga kurun perkembangannya.
a.      Dunia Yunani Tua
Menurut sebagian kisah sejarah Zeno dari Citium (±340-265) disebutkan bahwa yang pertama kali menggunakan istilah logika adalah tokoh Stoa. Meskipun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea. Mereka telah melihat masalah identitas dan perlawanan asas dalam realitas. Tetapi kaum Sofis-lah yang menjadikan pikiran manusia sebagai titik pemikiran secara eksplisit.[19]
Sokrates (470-399) dengan metodenya ironi dan maieutika, de facto mengembangkan metode induktif. Dalam metode ini dikumpulkan contoh dan peristiwa konkret untuk kemudian dicari ciri umumnnya. Plato mengumumkan metode Sokrates tersebut menjadi teori ide, yaitu teori Dinge an sich. Menurut Plato, ide adalah bentuk mulyajadi atau model yang bersifat umum dan sempurna yang disebut prototypa, sedangkan benda individual duniawi hanya merupakan bentuk tiruan yang tidak sempurna, yang disebut ectypa. Gagasan plato ini banyak memberikan dasar pada logika, terutama pada masalah ideogenesis dan masalah penggunaan bahasa dalam pemikiran. Akan tetapi logika yang ilmiah sesungguhnya baru terwujud berkat karya Aristoteles (384-322).[20] Ia-lah Ahli pikir yang mempelopori perkembangan logika sejak awal lahirnya.[21] Ia menghimpun dasar -dasar ilmu mantiq agar tidak punah sebab sulitnya ilmu ini. Maka dari itu ia dipandang sebagai peletak ilmu mantiq (logika) dalam sejarah.
Karya Aristoteles tentang logika, kemudian diberi nama To Organon  oleh muridnya yang bernama Andronikos dan Rhodos. Karya Aristoteles mencakup: Kategoria (mengenai logika istilah dan predikasi), Peri Hermeneis (tentang logika proposisi), Analytica Protera ( tentang silogisme dan pemikiran), Analytica Hystera (tentang pembuktian), Topica ( tentang metode berdebat), Peri Sophistkoon Elechoon ( tentang kesalahan berpikir). Pola ini hingga kini masih digunakan oleh kebanyakan penulis jika berbicara tentang logika.[22]
Setelah masa Aristoteles, logika diteruskan oleh muridnya, yaitu Theopratus dan Porphyrius. Keduanya berperan penting dalam kemajuan logika. Theopratus memimpin aliran peripatetic (warisan gurunya). Ia menyumbangkan pemikiran tentang pengertian yang mungkin dan sifat asasi dari setiap kesimpulan (harus mengikuti pangkal terlemah dalam berpikir). Maksud dari pengertian yang mungkin adalah pengertian yang tidak mengandung kontradiksi atau pertentangan dalam dirinya. Sedangkan Porphyrtius adalah ahli pikir dari Iskandariyah yang amat terkenal dalam bidang logika. Ia telah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran baru dalam logika, yaitu eisagogy. Eisagogy membahas tentang lingkungan zat dan sifat di dalam alam yang sering disebut klasifikasi.[23]
b.      Dunia Abad Pertengahan
Pada mulanya, yaitu pada tahun 1141, pembahasan logika hanya berkisar pada karya Aristoteles yang berjudul Kategoria dan Peri Hermeneias. Karya Aristoteles tersebut bersama Eisagogen karya Porphyrius biasa disebut logika lama. Baru sesudah tahun 1141, keempat karya Aritoteles lainnya dikenal lebih luas  oleh masyarakat. Keempat karya tersebut disebut dengan logika baru. Logika lama dan logika baru kemudian disebut sebagai logika antik. Di dalam logika ini ditunjuk pentingnya pendalaman tentang suposis, untuk menerangkan kesesatan logis, dan tekanan terletak pada ciri-ciri term sebagai simbol tata bahasa dari konsep -konsep.[24]
Pada abad XIII-XV berkembanglah logika modern. Tokohnya adalah Petrus Hispanus, Roger Bacon, W. Ockham, dan Raymond Lullus yang menemukan metode logika baru yang disebut Ars Magna, yakni semacam aljabar pengertian dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran-kebenaran tertinggi.[25]
Abad pertengahan mencatat bebagai pemikiran yang sangat penting bagi perkembangan logika. Karya Boethius yang orisinil di bidang silogisme hipotesis berpengaruh bagi perkembangan teori konsekuensi yang merupakan salah satu hasil terpenting dari logika. Munculnya teori suposisi, adanya diskusi tentang universalia, munculnya logika hubungan, penyempurnaan teori silogisme, penggarapan logika modal, dan yang lainnya penyempurnaan teknis.[26]
c.       Dunia Modern
Logika Aristoteles, selain mengalami perkembangan yang murni, juga dilanjutkan oleh sebagian pemikir, tetapi dengan penekanan-penekanan yang berbeda. Meskipun mengikuti tradisi Aristoteles, Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704) doktrin-doktrinnya dalam logika sangat dikuasai oleh paham nominalisme. Pemikiran dipandang sebagai suatu proses manipulasi tanda -tanda verbal dan mirip operasi-operasi dalam matematika. Kedua tokoh ini memberikan interpretasi tentang kedudukan bahasa di dalam pengalaman.[27]
Diantara tokoh lain yang berperan dalam perkembangan logika pada era ini adalah Francis Bacon (London, 1620) dengan karyanya Novum Organum yang membahas tentang logika fisika induktif murni, Rene Decartes (1637) dengan karyanya Discours de la Methode yang membahas tentang logika matematika deduktif murni, Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) dengan rencana calculus universalnya yang  mendasari munculnya logika simbolis, John Stuart Mill (1806 -1873) dengan karyanya System of Logic yang membahas tentang logika induktif dan Henry Newman (1870) dengan karyanya Essay i Aid of a Grammar of Assent yang meganalisis fenomenologis yang tajam tentang pikiran manusia.[28]
Selama abad ke-20, banyak karya dalam bidang logika memfokuskan perhatian pada formalitas sistem logika dan pada pertanyaan tentang kekomplitan dan konsistensi sistem-sistem tersebut. Suatu teori yang terkenal, yang dikemukakan oleh Kurt Goedel (1906-1978), menyatakan bahwa dalam sistem formal apa pun yang memadai bagi sejumlah teori terdapat suuatu formula yang tidak dapat ditentukan, yaitu semacam formula, bukan formula itu bukan juga negasinya yang dapat di asalkan dari aksioma-aksioma dari sistem itu. Perkembangan -perkembangan lain mencakup logika multi nilai dan formalisasi logika modal. Yang paling mutakhir, logika berandil besar bagi teknologi dengan menyediakan fondasi konseptual bagi sirkuit elektronik komputer-komputer digital.
d.      Perkembangan Logika dalam Islam
Logika mulai berkembang dalam dunia islam sejak adanya kegiatan penerjemahan buku-buku oleh para ilmuan Islam. Pada saat itu upaya untuk mengembangkan logika terlihat dari upaya beberapa penerjemah yang menyalin buku-buku karya Aristoteles kedalam bahasa arab. Diantara tokoh yang berperan adalah Johana bin Pafk yang menyalin buku Aristoteles menjadi Manqulatul Assyarat li Aristu, Ibn Sikkit Jakub Al-Nahwi yang memberi komentar dan tambahan dalam bukunya Ishlah Fil Mantiq, Jakub bin Ishaq Al-Kindi menyalin bagian-bagian logika Aristoteles dan memberi komentar satu persatu.[29]
Al-Farabi juga telah melakukan penerjemahan secara menyeluruh karya Aristoteles. Ia menguasai bahasa Yunani tua (Greek), sehingga mampu mengulas dan mengomentari karya Aristoteles. Oleh karena itu ia disebut sebagai guru kedua Aristoteles.[30]
Ahli pikir muslim yang juga ikut mengembangkan logika adalah Abu Abdillah al-Khawarizmi, yang telah menciptakan aljabar serta buku Mafaatihul Ulum fil Mantiqi yang berisi komentar tentang logika.[31]
Ibnu Sina juga membahas tentang logika sebagaimana terdapat pada salah satu bagian  bukunya yaitu As-Syifa. Ia juga membahas secara spesifik tentang logika pada bukunya yang berjudul Isyarat Wal Tanbibat fil-Mantiqi.[32]
Pada abad ke-14 muncul reaksi terhadap ilmu logika orang yang belajar logika dianggap terlalu memuja akal dalam mencari kebenaran. Ahmad Ibnu Taimiah menentang logika melalui karyanya yang berjudul Fasbibtu ahlil-Iman fil-roddi ‘ala Mantiqi Yunani (ketangkasan pendukung keimanan menangkis logika Yunani). Adapun Sa’aduddin Al-Taftazani (1322-1389M) mengharamkan bagi orang yang mempelajari logika.[33]
Setelah runtuhnya kejayaan Islam di Andalusia pada pertengahan abad ke-15, perkembangan logika semakin meredup. Hingga abad ke-20 hanya beberapa tokoh saja yang mahir dalam logika,seperti Ibnu Khaldun, Al-Duwani, dan Al-Akhdari. Diantara karya logika yang banyak dipakai sebagai pelajaran dasar logika di dunia Islam, termasuk Indonesia adalah karya Al-Akhdari, yaitu Sullam Al-Munauraqi fil Mantiqi. Namun demikian jiwa semangat untuk mempelajari logika mulai bangkit lagi pada abad ke-20 dengan munculnya gerakan pembaharuan Islam di Mesir yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh.[34]
6.      Hukum Mempelajari Logika
Ulama’ berselisih pendapat tentang hukum mempelajari logika ada beberapa pendapat, yaitu:
a.       Melarang (Haram) mempelajari logika. Yang mengatakan demikian adalah Imam an-Nawawi dan Imam Ibn al-Shalah,
b.      Memperbolehkan (jawaz) mempelajari logika.
Ø  Ada sekelompok ulama’ yang berpendapat demikian, diantaranya Imam Al-Ghazali sambil mengatakan bahwa orang yang tidak mengerti logika, maka ilmunya kurang kuat terutama ketika dibutuhkan, karrena tidak adanya kaidah-kaidah yang memperkuatkannya,
Ø  Pendapat yang masyhur dan shahih adalah merinci (tafshil), artinya bila orang yang menyibukkan diri mempelajari logika adalah pandai dan cerdas, serta mengerti kitab Al-Qur’an dan Sunna, maka bagi dia diperbolehkan, tetapi bila tidak demikian, maka dia tidak boleh,
c.       Fardhu Kifayah mempelajari logika. Pendapat demikian dikemukakan oleh Imam Al-Sanusi dalam Al-Mukhtasar, logika (ilmu mantiq) yang murni tidak ada perselisihan tentang bolehnya mempelajari logika, bahkan tidak jauh dari kebenaran lagi pula mempelajari logika termasuk fardhu kifayah, artinya bila dalam suatu daerah sudah ada seorang yang belajar, maka hukumnya mereka telah gugur kewajibannya, tetapi bila tidak ada seseorangpun yang mengerti logika, maka seluruh penduduk di daerah itu dosa semua.[35]
7.      Manfaat Mempelajari Logika
Banyak sekali kegunaan dan kentungan yang kita peroleh jika kita mempelajari logika, diantara manfaat itu ialah :
1.      Membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
2.      Mendidik manusia bersikap objektif, tegas, dan berani; suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat.
3.      Melatih kekuatan akal pikiran dan perkembangannya dengan latihan dan selalu membahas dengan metode-metode berpikir.
4.      Dapat meletakkan sesuatu tepat pada tempatnya dan melaksanakan pekerjaan tepat pada waktunya.[36]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Logika merupakan salah satu disipilin ilmu yang menitikberatkan pada berpikir atau bernalar dengan teliti dan teratur dengan tujuan untuk mengetahui dan memperoleh suatu kebenaran serta membedakan pernyatan benar dan pernyataan yang salah.
Pemikiran manusia adalah objek materia logika. Patokan-patokan atau hukum-hukum berpikir benar adalah objek formal logika.
Logika dari jenisnya terbagi menjadi dua, yaitu logika formal dan logika material. Bila dilihat dari metodenya logika pula terbagi menjadi dua, yaitu logika tradisional dan logika modern. Serta dilihat dari kualitasnya logika terbagi menjadi dua pula, yaitu logika naturalis dan logika artifisialis atau logika ilmiah.
Aristoteles adalah ahli pikir yang mempelopori perkembangan logika sejak awal lahirnya. Ia menghimpun dasar – dasar ilmu mantiq agar tidak punah sebab sulitnya ilmu ini. Maka dari itu ia dipandang sebagai peletak ilmu mantiq (logika) dalam sejarah.
Dalam mempelajari logika ada tiga pendapat menyikapi hokum mempelajari logika, yaitu melarang (haram), memperbolehka (jawaz) dan fardhu kifayah.
Diantara kegunaan dari logika adalah membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
Saran
Demi terciptanya pemahaman dan penerapan yang baik terhadap logika dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaanya yaitu:
1.      Pahami pengertian atau definisi dari logika secara baik dan benar, jangan sampai keliru menafsirkan apa itu logika.
2.      Jangan belajar teori logika saja, tetapi kita harus bisa membuat contohnya yang dihubungkan dengan penerapan dikehidupan sehari-hari.
3.      Berpikir bukan mengharuskan pemikir memiliki inisiatif, tetapi berpikir adalah membiarkan sesuatu menjadi tampak sebagaimana adanya, tanpa memaksakan kategori-kategori kita sendiri pada sesuatu tersebut.





DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. 1995. Filsafat Umum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Maran, Rafael Raga. 2007. Pengantar Logika. Jakarta: Grasindo.
Masdi. 2009. Daros Logika. Kudus: STAIN PRESS.
Mundiri. 2000. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Poespoprodjo, W. 1999. Logika Scientifica. Bandung: Pustaka Grafika.
Surajiya, dkk. 2006. Dasar-Dasar Logika. Jakarta: PT Bumi Aksara.


[1]  Drs. H. Masdi, M.Ag, Daros Logika (Kudus: STAIN PRESS, 2009), hlm. 1
[2]  Ibid; Drs. Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm 1
[3]  Ibid,
[4] Ibid, hlm. 2
[5]  Ibid; Drs. Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 1
[6]  Op. cit, hlm. 2
[7]  Ibid,
[9]  Drs. Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 14
[10]  Drs. Surajiyo, dkk.,  Dasar – Dasar Logika (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 11
[11] Ibid,
[12] Op. cit, hlm. 14
[13] Drs. H. Masdi, M.Ag, Daros Logika (Kudus: STAIN PRESS, 2009), hlm. 4
[14] Ibid,
[15] Ibid, hlm. 5
[16]  Ibid, hlm. 6
[17] Ibid, hlm. 8
[18] Ibid, hal. 10
[19] W. Poespoprodjo, Logika Scientifika, CV Pustaka Grafika: Bandung, 1999, hal. 41
[20] Ibid, hal. 41-42
[21] Op. Cit, Masdi, hal. 10
[22] Op. Cit, W. Poespoprodjo, hal. 42
[23] Op. Cit, Masdi, hal. 10
[24] Op. Cit, W. Poespoprodjo, hal. 43
[25] Ibid, hal. 43-44
[26] Ibid, hal. 44
[27] Ibid,
[28] Ibid, hal. 44-51
[29] Op. Cit, Masdi, hal. 11-12
[30] Ibid, hal. 12
[31] Ibid,
[32] Ibid,
[33] Ibid, hal. 12-13
[34] Ibid, hal. 13
[35] Ibid, hlm. 9-10
[36] Ibid, hlm. 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar