AZAZ-AZAZ
BERPIKIR (QONUN) DALAM LOGIKA
Makalah
Disusun
guna memenuhi Tugas
Mata
Kuliah Logika
Dosen:
Rochanah, M.Pd.I
Disusun
oleh:
Muhammad
Nur Habib (1410110544)
Rizki
Armando (1410110545)
M.
Abdul Aziz
(1410110550)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TARBIYAH
/ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Logika adalah ilmu dan kecakapan menalar, berpikir
dengan tepat.
Sasaran dalam
bidang logika yaitu kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Dengan berpikir
dimaksutkan kegiatan akal untuk “mengolah” pengetahuan yang telah kita terima
melalui panca indra, dan ditunjukkan untuk mencapai kebenaran.
Jadi, dengan
istilah “berpikir” di tunjukkan suatu bentuk kegiatan akal yang khas dan
terarah.
“Melamun” tidaklah sama dengan berpikir, demikian
pula merasakan, pekerjaan panca indra (melihat, mendengar, dan sebagainya), dan
kegiatan ingatan dan khayalan, meskipun ini semua penting sekali untuk dapat
berpikir. Tetapi berpikir juga dapat berarti kegiatan kenyataan yang
menggerakkan pikiran.
Dengan kata-kata yang lebih sederhana dapat
dikatakan berpikir adalah “ bicara dengan dirinya sendiri didalam batin”. Mempertimbangkan,
merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan,
menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari berbagai hal yang
berhubugan satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi, serta
membahas suatu realitas.[1]
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka pemakalah
merumuskan beberapa masalahdiantaranya yaitu:
1. Apa arti pikiran?
2. Ada berapa macam –
macam pemikiran?
3. Apa sajakah
asas-asas pikiran?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Arti Pikiran
Kita sudah
menyebutkan sebelum ini, logika adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum, patokan-patokan
dan rumus-rumus berpikir, karena itu kita hendaklah berhati-hati dalam melihat
persimpangannya dengan logika. Logika tidak mempelajari cara berpikir dari
semua ragamnya, tetapi pemikiran dalam bentuk yang paling sehat dan praktis.
Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola pikir kelompok,
kecenderungan pribadi, pergaulan dan sugesti. Juga banyak pemikiran yang
diungkapkan sebagai luapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau pernyataan
keheranan dan kekaguman. Ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan argumen
yang secara lintas kelihatan benar untuk memutar balikkan kenyataan dengan
tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan.
Logika
menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar
serta bertujuan mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan
keinginan perorangan.ia merumuskan serta menerapkan hukum-hukum dan
patokan-patokan yang harus ditaati agar manusia dapat berpikir benar, efisien
dan teratur. Dengan demikian ada dua objek penyelidikan logika pertama, pmikiran sebagai obyek material
dan keduapatokan-patokan atau
hukum-hukum berpikir benar sebagai obyek formalnya.[2]
Segala
sesuatu yang ada senantiasa memiliki materi
dan bentuk. Aristoteles menyebut materi itu dengan kata hyle dan bentuk dengan kata eidos atau morphe. Materi yang sama atau satu
materi, dapat memiliki banyak bentuk yang berbeda-beda. Misalnya, kayu sebagai materi dapat dibuat menjadi bentuk patung, atau dapat dibuat
menjadi bentuk meja, kursi, tiang, dan pintu. Dapat pula bentuknya sama tetapi
materinya berbeda. Misalnya, tiga buah patung kuda serupa, tetapi yang satu
materinya dari kayu, yang kedua materinya tanah liat, sedangkan yang ketiga
materinya dari batu. Dengan demikian, jelas bahwa materi harus senantiasa
memiliki bentuk, dan tidak mungkin ada bentuk tanpa materi.
Pikiran
yang digunakan dalam penalaran dan yang diungkapkan lewat bahasa juga memiliki
materi dan bentuk. Contohnya, kalau kita mengatakan bundar, materinya ialah isi dan arti kata itu sendiri, sedangkan
bentuknya adalah positif. Akan
tetapi, jika kita mengatakan tidak bundar,
bentuknya adalah negatif.[3]
2.
Macam – Macam Pemikiran
Bergerak proposisi ke proposisi yang lain itu ada
dua macam, yakni tanpa atau dengan pertolongan proposisi ke tiga. Hal ini bila
pemikiran kita ambil dalam arti yang luas maka para logisi juga biasa membuat
perbedaan antara pemikiran langsung dan pemikiran tidak langsung. Tetapi dalam
pemikiran lansung sebenarnya tidak terdapat pergerakan maju, sebab yang
terdapat di dalamnya adalah dua hal yang berbeda dalam mengatakan hal yang
sama. Jadi “proposi lain“ dalam pemikoiran langsung sebenarnya tidak ada. Maka
pemikiran langsung oada hakikatnya tidak dapat disebut pemikiran dalam arti
sebenarnya.[4]
Ada dua macam pemikiran yang kita temukan yaitu:
a.
Pemikiran langsung
Pemikiran yang hanya menggunakan satu pangkal
pikir atau langsung disimpulkan. Asas pemikiran ini pada ilmu logika banyak
dibicarakan pada konversi, inversi, kontraposisi dalam keputusan.[5]
Dalam kehidupan sehari-hari, kita
sering membuat pemikiran seperti itu. Jadi apabila saja tahu bahwa sudartini
pada tanggal 17 agustus 1965 berada dijakarta, saya segera dapat berkesimpulan
bahwa sudartini pada tanggal 17 agustus tidak berada di bandung.
b. Pemikiran
tidak langsung
Pemikiran tidak langsung adalah
pemikiran yang mempergunakan lebih dari satu pangkal piker, jadi berarti
pemikiran yang mempergunakan banyak keputusan atau minimal lebih dari satu
keputusan untuk menetapkan kesimpulan. Misalnya pemikiran yang terjadi melalui
jalan induksi, deduksi dan silogisme. [6]
Seperti telah kita ketahui, kita
membagi pemikiran tidak langsung kedalam tiga bagian: deduksi, induksi, dan
argument komulatif. Prinsip pembagiannya didasarkan pada kuantitas term-term
yang diperbandingkan. Deduksi bergerak dari yang umum kehal yang khusus (atau
paling sedikit padahal yang kurang umum) induksi bergerak dari yang khusus ke
yang umum, sedangkan argument komulatif bergerak dari yang khusus ke yang
khusus.[7]
3.
Asas-Asas
Pemikiran
Pikiran
adalah benda kodrat, maka berlaku juga hukum-hukum yang menikat semua benda
kodrat, semua ada khusus (semua beings). Hukum-hukum tadi adalah pangkalan yang
tidak boleh dan tidak dapat diabaikan. Apabila orang mengabaikannya, hanya
kekacauanlah yang akan didapat. Prinsip-prinsip ini juga disebut asas-asas
formal karena merupakan prinsip-prinsip yang menjamin terlaksananya proses
pemikiran dengan benar.[8]
Asas sebagaimana kita ketahui adalah pangkal atau
asal darimana sesuatu itu muncul dan dimenger initi. Maka “asas pemikiran”
adalah pengetahuan dimana pengetahuan lain muncul dan dimengerti. Kapasitas
asas ini bagi kelurusan berpikir adalah mutlak, dan salah benarnya suatu
pemikiran tergantung terlaksana tidaknya asas-asas ini. Ia adalah dasar daripada
pengetahuan dan ilmu. Asas pemikiran ini dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:[9]
1. Asas identitas
(principium identitatis = qanun zatiyah)
Ia adalah dasar dari semua pemikiran dan bahkan asas
pemikiran yang lain. Kita tidak mungkin dapat berpikir tanpa asa ini. Prinsip
ini mengatakan bahwa sesuatu itu adalah dia sendiri bukan lainnya. Jika kita
mengakui bahwa sesuatu itu Z maka ia adalah Z bukan A, B atau C. bila kita beri
perumusan akan berbunyi: “bila proposi itu benar maka benarlah ia”.[10]
Prinsip ini langsung, analitis, dan jelas dengan
sendirinya. Artinya prinsip ini tidak membutuhkan pembuktian.
Inti prinsip ini sama dengan prinsip pembatalan
(pprincipium conkraditionis) yang masih akan kita bicarakan, hanya berbeda
dalam penggunaanya. Prinsip ini banyak menunjuk pada segi positif dari
kenyataan yang sama, yang juga di tunjuk oleh prinsip pembatalan.[11]
2. Asas
Kontradiksi (principium contradictoris = qanun
tanaqud)
Prinsip ini mengatakan bahwa pengingkaran sesuatu
tidak mungkin sama dengan pengakuannya. Jika mengakui bahwa sesuatu itu bukan A
maka tidak mungkin pada saat itu ia adalah A, sebab realitas ini hanya satu
sebagaimana disebut oleh asas identitas. Dengan kata lain: dua kenyataan yang
kontradiktoris tidak mungkin bersama-sama secara simultan. Jika hendak kita
rumuskan, akan berbunyi: “Tidak proposisi yang sekaligus benar dan salah”.
Prinsip ini rumusan negative dari prinsip identitas.
Prinsif pembatalan juga langsung analitis, dan jelas dengan sendirinya
sifatnya. Kita tidak membutuhkan term hegpembandingan (terminus medius, term
penengah) untuk membuktikannya. Cukup hanya mengerti akan arti ada dan tidak
ada yang sebenarnya dan kemudian membandingkannya.
Hegel menolak prinsip pembatalan. Tetapi sebenarnya
hal itu terjadi kerena ia salah mengerti term-termnya. Menurut hegel setiap
perbedaan adalah kontradiksi. Suatu hal yang sama dapat mempunyai predikat
(sebutan) yang berbeda, tidak saja secara berturut-turut, tetapi dapat juga
secara simultan (bersamaan). Misalnya: gula putih dan manis, mahasiswi cantik
dan tolol. Tetapi sebenarnya orang yang waras tidak akan mengatakan bahwa
kalimat-kalimat diatas itu mengandung kontradiksi, atau predikat yang satu
membatalkan predikat yang lain. Tentu saja orang bisa mengatakan: cantik adalah
tidak tolol; jadi mahasiswi tidak tolol dan tolol. Tetapi jelas sekali bahwa
itu adalah bentuk kesesatan pikiran (fallacy). Cantik dan tolol menunjukkan dua
aspek yang berlainan.
Dalam logika prinsip ini berarti: taatilah prinsip
identitas dengan jauhilah kontradiksi, yakni jauhilah hal-hal yang berlawanan
asas. Sesuatu yang diakui tidak boleh dibatalkan begitu saja. Janganlah orang
membatalkan pernyataannya sendiri. Apabila orang mengakui sesuatu, jangan
kemudian menyimpulkan sesuatu yang berlawanan asas dengan apa yang diakui tadi.[12]
3. Asas penolakan
kemungkinan ketiga (principium exclusi
tertii = qanun imtina’)
Asas ini mengatakan bahwa antara pengakuan dan
pengingkaran merupakan pertentangan mutlak. Bila pernyataan dalam bentuk positifnya salah
berarti ia memungkiri realitasnya, atau dengan kata lain realitas ini
bertentangan dengan pernyataannya. Dengan begitu maka pernyataan berbentuk
ingkarlah yang benar, karena ia sesuai dengan realitasnya. Pernyataan
kontradiktoris kebenarannya terdapat pada salah satunya (tidak memerlukan
kemungkinan ketiga). Jika kita rumuskan, akan berbunyi “Suatu proposisi selalu
dalam keadaan benar atau salah”.[13]
Pikiran
manusia diciptakan untuk kebenaran. Pikiran kita diciptakan sedemikian rupa sehingga
dengan mudah dan cepat dapat melihat kebenaran prinsip-prinsip tersebut,
terutama prinsip pembatalan. Seorang anak kecilpun akan tercengan dan memandan
anda apabila Anda mengucapkan dua pendapat berturu-turut, dan pendapat-pendapat
ini berlawanan asas. Anak tersebut belum pernah mendengar prinsip pembatalan,
tetapi pikirannya sudah dikrodatkan sanggup menangkap kontradiksi tersebut.
Orang-orang dewasa menganggap sebagai hal yang
memalukan apabila seseorang terperosok dalam kontradiksi. Seseorang yang
berturut-turut mengucap dua hal yang berlawanan, akan dicap sebagai orang
berpenyakit jiwa. Banyak orang yang perlu diselidiki dan dirawat para ahli ilmu
jiwa karna ucapan-ucapannya saling bertentangan! Mungkin ucapan sekarang yang
bertentangan dengan ucapan-ucapannya terdahulu merupakan usaha penyelamatan
muka atau penyelamatan diri, tetapi sama saja karena hal itu sebenarnya
merupakan petunjuk adanya jiwa yang kurang waras! Para wartawan, misalnya
mungkin dapat dimaafkan karena mereka harus menulis cepat sehingga tidak tahu
atau tidak ingat lagi apa yang dikatakan kemarin. Tetapi hal ini tetap
merupakan cacat yang harus dihindari. Akan tetapi, banyak juga tulisan yang
menyatakan diri sebagai tulisan serius, juga mengerjakan hal yang sama. Suatu
pertanda munculnya zaman yang baru yaitu zaman skeptisisme (tidak ada kebenaran
formal).[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Logika
menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar
serta bertujuan mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan
keinginan perorangan.
b. Macam – macam
pemikiran ada dua yaitu :
-
Pemikiran langsung : pemikiran yang hanya
menggunakan satu pangkal atau langsung di simpulkan.
-
Pemikiran tidak langsung: pemikiran yang
mempergunakan banyak cara dan putusan untuk menetapkan suatu keputusan.
c. Azaz – azaz
pemikiran dalam logika dapat dibedakan menjadi tiga :
-
Azaz identitas.
-
Azaz kontradiksi.
-
Azaz penolakan kemungkinan ke tiga.
B.
Saran
Setelah kita mempelajari tentang
azaz – azaz berfikir dalam logika diharapkan kita dapat menjadi insan yang
lebih baik dengan berpikir bijak dan benar dalam mengambil atau
menetapkan suatu keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Poespoprodjo,
W. 1999.
Logika Scientifica.
Bandung: Pustaka Grafika.
Mundiri.
2000. Logika. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Jan
Hendrik Rapar. 1996. Pengantar Logika.
Kanisius.
Dahri,
Sunarji. 2009. Langkah Berpikir Logis,
Surabaya: PT jawa timur.
Poespoprodjo. W. 1999. IlmuMenalar.
Bandung. Pustaka Grafika.
.
[1] Dr.
W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph. Logika Ilmu Menalar (Bandung:
Pustaka Grafika, 1999) hal 13
[2]
Drs. Mundiri, Logika (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2000) hal. 7
[3] Dr.
Jan Hendrik Raper, Pengantar Logika (Kanisius, 1996) hal 17
[4] Dr.
W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph, Logika Scientifika, Cv Pustaka
Grafika: Bandung, 1999, hal 181
[5]
Dahri, Sunarji, langkah berpikir logis, (Surabaya: PT jawa timur, 2009)
[6]
Dahri, Sunarji, langkah berpikir logis, (Surabaya: PT jawa timur, 2009)
[7] Dr. W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph,
Logika Scientifika, Cv Pustaka Grafika: Bandung, 1999, hal 197
[8] Dr.
W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph, Logika Scientifika, Cv Pustaka
Grafika: Bandung, 1999, hal 183
[9] Drs.
Mundiri, Logika (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 10
[11]Dr.
W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph, Logika Scientifika, Cv Pustaka Grafika:
Bandung, 1999, hal 183
[12]Dr. W.
Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph, Logika Scientifika, Cv Pustaka Grafika:
Bandung, 1999, hal 185
[13]Drs.
Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja Grafindo Aksara, 2006), hal 11
[14] Dr.
W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph, Logika Scientifika, Cv Pustaka
Grafika: Bandung, 1999, hal186
Tidak ada komentar:
Posting Komentar