Rabu, 23 September 2015

Makalah Hadits Tarbawi: Manusia dan Potensi Pendidikannya



MANUSIA dan POTENSI PENDIDIKANNYA

Makalah
Disusun Guna Memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hadits II (Tarbawi)
Dosen Pengampu : Hj. Istianah


Disusun Oleh:
Kelas PAI-O semester 3
Muhammad Haidarullah:        1410110559
Endy Norviko:                        1410110546

 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam Al-Qur’an dan Hadits merupakan penjelasan pemikiran-pemikiran tentang aqidah, hukum, cerita, solusi, sistem kehidupan, janji dan ancaman. Selain itu, menjelaskan begitu rinci aturan-aturan dalam kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi serta meningkatkan derajat manusia dan berusaha menjadi makhluk yang mulia. Untuk mencapai itu, perlu sebuah proses dalam kemajuan dan potensi pendidikannya dilakukan dengan benar.
Allah tidak akan menggolongkan manusia kedalam golongan binatang selama manusia mampu mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya demi menjaga keseimbangan bumi sebagai khalifah di bumi. Dengan kata lain, manusia harus mampu memaksimalkan potensi-potensi dalam dirinya tak terkecuali potensi pendidikannya. Yang mana bila tidak dimaksimalkan maka kehidupan manusia kurang bermakna.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat didapatkan beberapa rumusan masalah, yaitu
1.      Bagaimana konsep potensi (fitrah) manusia?
2.      Bagaimana konsep potensi pendidikan manusia?
3.      Bagaimana analisa pendidikan manusia berdasarkan hadits Nabi Muhammad Saw?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Potensi (Fitrah) Manusia
Hakikat manusia menurut Islam adalah wujud yang diciptakan. Dengan penciptaan manusia ini, manusia telah diberi oleh penciptanNya (Allah) potensi-potensi untuk hidup yang –dalam hal ini- berhubungan dengan konsep fitrah manusia.[1]
Menurut pemikiran Islam, manusia sejak dilahirkan telah dibekali oleh Allah dengan fitrah. Kata fitrah berasal dari kata fatara yang arti sebenarnya adalah “membelah” atau “membuka”.[2] Ditinjau dari segi bahasa fitrah berarti “ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang ada atau maujid disifati dengannya pada awal masa penciptannya, sifat pembawa manusia (yang ada sejak lahir), agama, as-sunnah”. Istilah fitrah ini hanya digunakan untuk manusia, sebagaimana halnya dengan naluri fitrah ini hanya digunakan untuk manusia sebagaimana halnya dengan naluri dan watak, fitrah merupakan bawaan sejak alami.[3]
Fitrah dalam bahasa psikologi disebut potensialitas atau disposisi, dalam aliran psikologi Behaviorisme adalah propotence reflexes (kemampuan dasar secara otomatis dapat berkembang).[4] Jadi fitrah itu merupakan suatu bawaan yang melekat pada manusia yang dibawa sejak lahir yang merupakan suatu potensi yang ada setiap diri manusia.
Istilah fitrah dalam al-Qur’an terdapat dalam surat Ar-Rum: 30 artinya: “Maka hadpkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menjadikan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa fitrah berkaitan agama tauhid. Hal ini diperkuat dengan surat Al-A’raf: 172 artinya: “Dan (ingatlah ) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi (iga) mereka dan Allah memanggil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukanlah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab “Betul Engkau Tuhan kami” kami menjadi saksi”.[5]
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa potensi tauhid tidak ada seorangpun dapat menghindarinya, karena fitrah ini merupakan bagian dari penciptaan Allah yang diberikan kepada setiap manusia. Fitrah keagamaan ini akan tetap melekat pada manusia dari lahir sampai mati. Meskipun manusia tidak mengakuinya, fitrah tauhid ini tetap ada, menentang atas adanya Allah berarti menentang fitahnya sendiri. Dan dengan menentang fitrah tauhid secara tidak langsung juga mengakui adanya fitrah tauhid.
Potensi fitrah tauhid sebagai kemampuan dasar yang dibawa manusia sejak lahirnya juga terdapat dalam hadist Nabi Saw,
كل مولود علي الفطرة بواه يهودانه او ينصرانه  او يمجسا نه (رواه البخاري)
Artinya: “Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi” (H.R Bukhari)[6]
Demikianlah manusia ketika dilahirkan telah dianugrahkan potensi tauhid yang bersifat kekal. Ini berarti keadaan instrinsik fitrah tetap sebagai suatu keadaan yang tidak berubah sementara keadaan-keadaan ekstrinsik yang bermacam-macam dari keimanan dan prilaku bisa berubah dan bersifat dinamis.
Fitrah manusia tidak hanya fitrah keagamaan masih ada ayat lain yang membicarakan tentang penciptaan potensi manusia meskipun tidak menggunakan kata fitrah, misal pada surat Ali Imran: 14 yang artinya, “telah dihiaskan kepada manusia kecenderungan hati kepada perempuan (atau lelaki), anak lelaki (dan perempuan) serta harta yang banyak berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang” (Q.S Ali Imran:14). Begitu juga kesimpulan Muhammad bin Asyur dalam tafsurnya sarat Ar-Rum: 30 yang menyatakan: “fitrah manusia bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk, fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa ayng diciptakan oleh Allah pada manusia  yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya serta ruhnya.”[7]
Jadi fitrah berarti tabiat alami (karakter) yang dimiliki manusia baik dar tinjauan lahiriahnya maupun rohaniahnya termasuk emosi, kecerdasan, instink, bakat, seni, dan dorongan-dorongan yang bersifat manusiawi.
B.     Konsep Potensi Pendidikan Manusia
Fitrah sebagai potensi dasar yang dimiliki manusia bukan sesuatu yang dibiarkan begitu saja, tetapi harus dikembangkan agar manusia dapat menjadi makhluk sempurna. Usaha yang bisa dilakukan manusia untuk mengembangkan fitrah adalah dengan jalan pendidikan.
Konsep fotrah ini tidak terkecuali bagi pendidik Muslim untuk berikhtiar menanamkan tingkah laku yang sebaik-baiknya, karena fitrah itu tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Konsep fitrah ini memiliki tuntutan agar pendidikan Islam diarahkan untuk bertumpu pada tauhid.[8]
Sebagaimana firman Allah dalam surat Az-Zumar yang artinya: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”. Dan firman Allah dalam surat An-Nahl: 78 yang artinya, “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kam bersyukur.” (Q.S An-Nahl:78)
Ayat–ayat diatas menunjukkan pentingnya suatu pendidikan bagi manusia, hal ini dikarenakan manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, walaupun demikian sebenarnya Allah telah menganugerahkan kepada manusia ketika masih dalam rahim berupa bakat dan kemampuan atau potensi (fitrah) yang masih tersembunyi dan belum berkembang. Dengan dijadikannya indera dan akal pada diri manusia, Allah memberikan sarana bagi pengembangan bakat dan melalui pendidikan yang benar dan terarah.
Ibnu Khaldun memaknai fitrah sebagai potensi asas-asas yang mengalami perubahan secara aktual setelah mendapat rangsangan (pengaruh) dari luar. Menurutnya, jiwa apabila berada dalam fitrahnya yang asas (fitrah al-ula) siap menerima kebaikan dan kejahatan yang datang dan melekat padanya.[9] Fitrah itu sendiri tidak akan berkembang tanpa pengaruh lingkungan yang memungkin dapat mengubah secara dramatis fitrah ketika lingkungannya tidak memungkinkan menjadikannya lebih baik.[10]
Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik ini adalah untuk menjaga, menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi  fitrah as-salimah dan terhindar dari al-fitrah ghairu as-salimah.[11]
Dari penjelasan di atas dapat disajikan beberapa dasar hadits Nabi Saw, yang membahas hal di atas:
كل مولود علي الفطرة بواه يهودانه او ينصرانه  او يمجسا نه (رواه البخاري)          
Artinya: “Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi” (H.R Bukhari)

عن عبد البر عن انس : البوا العلم ولو بالصين فان طلب العلم فريضة علي كل مسلم ان الملاءكة تضع اجنحتها لطا لب العلم رضا بما يطلب                                                 
Artinya: Hadits dari Ibn Abdi Bar dari sahabat Anas r.a :”carilah ilmu sampai ke negeri cina, maka sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang islam, sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya kepada orang yang mencari ilmu karena ridla kepada apa yang dicari”.

اطلبوا العلم من المهد الي اللحد (رواه ابو عبد البر)                                                
Artinya: carilah ilmu mulai dari ayunan sampai keliang kubur (lahad). (H.R Abu Abdul Bar)[12]
C.    Analisa Konsep Pendidikan Manusia Berdasarkan Hadits Nabi Muhammmad SAW
Dalam eksistensinya, manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang seharusnya. Sebab itu, sosok manusia ideal belum terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk terwujudkan.
Untuk melaksanakan fungsi sebagai khalifah Allah Swt, membekali manusia dengan seperangkat potensi. Dalam konsep ini, maka pendidikan Islam harus mengupayakan yang ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuai yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan.[13]
Dengan demikian, bahwa manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan perlu mendidik diri. Karena manusia mempunyai potensi dasar yang perlu dikembangkan dan dididik, maka yang berhak untuk mengembangkan potensinya adalah pendidik. Dalam hal ini pendidik yang pertama dan utama adalah kedua orang tua, dilanjutkan guru di sekolah dan madrasah,dan disusul oleh masyarakat yaitu orang-orang yang berada di lingkungan masyarakat. Pendidikan manusia tidak dibatasi dengan ruang dan waktu, dimanapun berada manusia dapat mengenai pendidika, baik itu di daerahnya maupun di luar daerahnya, dan dari kecil, remaja, dewasa hingga orang tua, manusia diharuskan belajar, menuntut ilmu, mencari ilmu pengetahuan, mendapatkan pendidikan yang sekiranya dapat menunjang dan membantu dalam kelangsungan hidup mereka, karena yang baik dan ideal manusia dalam menjalani aktifitas kehidupannya selalu berprinsip pada manusia pembelajar.[14]


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Fitrah berarti suatu bawaan yang melekat pada manusia yang dibawa sejak lahir yang merupakan suatu potensi yang ada setiap diri manusia serta tabiat alami (karakter) yang dimiliki manusia baik dar tinjauan lahiriahnya maupun rohaniahnya termasuk emosi, kecerdasan, instink, bakat, seni, dan dorongan-dorongan yang bersifat manusiawi.
Begitu sempurna ciptaan Allah, menciptakan manusia dengan berbagai potensi yang berguna menjalani hidup di dunia. Dengan adanya potensi manusia bertanggung jawab atas potensi dengan mengembangkan dan digunakan sebaik-baiknya. Lewat jalur pendidikanlah potensi dapat berkembang dengan baik.
Fungsi pendidikan disini sangatlag penting, sebab pendidikan yang mampu menata potensi-potensi manusia dan sudah jelas dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits yang menjelaskan pentingnya pendidikan.
B.     Saran
Sebagai makhluk yang sempurna dan khalifah di bumi seharusnya manusia bisa menjaga dan memelihara bumi dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Dan merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan manusia yaitu berpendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras
Falah, ahmad. 2010.  Hadits Tarbawi, Kudus: Nora Media Enterprise
Hasan, chalidjah. 1994.  Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Surabaya: al-Ikhlas
Nizar, samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pres


[1] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 36
[2] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010), hlm. 5
[3]  Ibid, hlm. 6
[4] Chalidjah Hasan, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1994), hlm. 35
[5] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, hlm. 7
[6] Ibid, hlm. 2
[7] Ibid, hlm. 10
[8] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 38
[9] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, hlm. 12-13
[10] Ibid, hlm. 14
[11] Ibid, hlm. 11
[12] Ibid, hlm. 2
[13] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 22
[14] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, hlm. 15-16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar