Minggu, 21 Februari 2016

Makalah Hadits Tarbawi: Potensi Pendidikan Manusia



POTENSI PENDIDIKAN MANUSIA

Makalah
Disusun Guna Memenuhi tugas UTS
Mata Kuliah : Hadits II (Tarbawi)
Dosen Pengampu : Hj. Istianah

Disusun Oleh:
Kelas PAI-O semester 3
Muhammad Haidarullah:        1410110559



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam Al-Qur’an dan Hadits merupakan penjelasan pemikiran-pemikiran tentang aqidah, hukum, cerita, solusi, sistem kehidupan, janji dan ancaman. Selain itu, menjelaskan begitu rinci aturan-aturan dalam kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi serta meningkatkan derajat manusia dan berusaha menjadi makhluk yang mulia. Untuk mencapai itu, perlu sebuah proses dalam kemajuan dan potensi pendidikannya dilakukan dengan benar.
Allah tidak akan menggolongkan manusia kedalam golongan binatang selama manusia mampu mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya demi menjaga keseimbangan bumi sebagai khalifah di bumi. Dengan kata lain, manusia harus mampu memaksimalkan potensi-potensi dalam dirinya tak terkecuali potensi pendidikannya. Yang mana bila tidak dimaksimalkan maka kehidupan manusia kurang bermakna.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat didapatkan beberapa rumusan masalah, yaitu
1.      Bagaimana konsep potensi pendidikan manusia?
2.      Bagaimana potensi manusia sebagai pendidik?
3.      Bagaimana potensi manusia sebagai peserta didik?
4.      Bagaimana analisa pendidikan manusia berdasarkan hadits Nabi Muhammad Saw?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Potensi Pendidikan Manusia
Fitrah sebagai potensi dasar yang dimiliki manusia bukan sesuatu yang dibiarkan begitu saja, tetapi harus dikembangkan agar manusia dapat menjadi makhluk sempurna. Usaha yang bisa dilakukan manusia untuk mengembangkan fitrah adalah dengan jalan pendidikan.
Konsep fotrah ini tidak terkecuali bagi pendidik Muslim untuk berikhtiar menanamkan tingkah laku yang sebaik-baiknya, karena fitrah itu tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Konsep fitrah ini memiliki tuntutan agar pendidikan Islam diarahkan untuk bertumpu pada tauhid.[1]
Sebagaimana firman Allah dalam surat Az-Zumar yang artinya: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”. Dan firman Allah dalam surat An-Nahl: 78 yang artinya, “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kam bersyukur.” (Q.S An-Nahl:78)
Ayat–ayat diatas menunjukkan pentingnya suatu pendidikan bagi manusia, hal ini dikarenakan manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, walaupun demikian sebenarnya Allah telah menganugerahkan kepada manusia ketika masih dalam rahim berupa bakat dan kemampuan atau potensi (fitrah) yang masih tersembunyi dan belum berkembang. Dengan dijadikannya indera dan akal pada diri manusia, Allah memberikan sarana bagi pengembangan bakat dan melalui pendidikan yang benar dan terarah.
Ibnu Khaldun memaknai fitrah sebagai potensi asas-asas yang mengalami perubahan secara aktual setelah mendapat rangsangan (pengaruh) dari luar. Menurutnya, jiwa apabila berada dalam fitrahnya yang asas (fitrah al-ula) siap menerima kebaikan dan kejahatan yang datang dan melekat padanya.[2] Fitrah itu sendiri tidak akan berkembang tanpa pengaruh lingkungan yang memungkin dapat mengubah secara dramatis fitrah ketika lingkungannya tidak memungkinkan menjadikannya lebih baik.[3]
Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik ini adalah untuk menjaga, menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi  fitrah as-salimah dan terhindar dari al-fitrah ghairu as-salimah.[4]
Dari penjelasan di atas dapat disajikan beberapa dasar hadits Nabi Saw, yang membahas hal di atas:
كل مولود علي الفطرة بواه يهودانه او ينصرانه  او يمجسا نه (رواه البخاري)          
Artinya: “Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi” (H.R Bukhari)

عن عبد البر عن انس : البوا العلم ولو بالصين فان طلب العلم فريضة علي كل مسلم ان الملاءكة تضع اجنحتها لطا لب العلم رضا بما يطلب                                                 
Artinya: Hadits dari Ibn Abdi Bar dari sahabat Anas r.a :”carilah ilmu sampai ke negeri cina, maka sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang islam, sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya kepada orang yang mencari ilmu karena ridla kepada apa yang dicari”.

اطلبوا العلم من المهد الي اللحد (رواه ابو عبد البر)                                               
Artinya: carilah ilmu mulai dari ayunan sampai keliang kubur (lahad). (H.R Abu Abdul Bar)[5]

B.     Potensi Manusia Sebagai Pendidik
Yang dimaksud dengan pendidik disini adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah dan khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.[6]
Nabi saw, bersabda yang diriwayatkan oleh Turmudzi
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّكَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ. رواه الترمذى

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, lalu ia menyembunyikannya (tidak menjawabnya), ia akan dikekang pada hari kiamat dengan kekangan api neraka.(H.R Turmudzi).

Menurut Al-Khaththabiy, orang yang menahan diri dari berbicara disamakan dengan mengekang dirinya. Apabila ia mengekang lidahnya dari berbicara tentang kebenaran, menginformasikan ilmu dan menjelaskannya diazab di akhirat dengan kekangan api neraka. Hal ini berlaku pada ilmu yang jelas baginya kefarduannya.[7]
Dengan kata lain, manusia berpotensi menjadi pendidik entah menjadi pendidik seketika dan sebentar atau menjadi pendidik di madrasah-madrasah. Dan manusia wajib menyampaikan sebuah kebenaran untuk kemashlahatan manusia.
Disamping diperintah oleh Nabi saw, pastilah ada sebuah keutamaan sebagai pendidik. Nabi saw, bersabda: “Bahwasanya Allah swt., Malaikat-malaikatNya, isi langit dan bumi sampai pada semut yang di lubang dan ikan yang di laut, semuanya berdoa kebajikan kepada orang yang mengajarkan manusia.” Dan Nabi saw, bersabda: “Sepatah kata kebajikan yang didengar oleh seorang muslim lalu diajarkannya dan diamalkannya, adalah lebih baik baginya dari ibadah setahun.”[8]
Berdasarkan hadits diatas bahwa seorang pendidik diberi sebuah keutamaan yang luar biasa dari Allah swt, sampai seisi semesta dan penghuni berdoa untuk kebaikan pendidik dan memberi pembelajaran satu kata itu lebih baik dari ibadah satu tahun.
C.    Potensi Manusia Sebagai Peserta Didik
Secara kodrati anak memerlukan pendidika atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini. Rasulullah saw, bersabda:
كل مولود علي الفطرة بواه يهودانه او ينصرانه  او يمجسا نه (رواه البخاري)          
Artinya: “Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi” (H.R Bukhari).[9]

Dari Hadits tersebut daoat disimpulkan bahwa manusia itu untuk dapat menemukan status manusia sebagaimana mestinya adalah harus mendapat pendidikan.
عن عبد البر عن انس : البوا العلم ولو بالصين فان طلب العلم فريضة علي كل مسلم ان الملاءكة تضع اجنحتها لطا لب العلم رضا بما يطلب                                                 
Artinya: Hadits dari Ibn Abdi Bar dari sahabat Anas r.a :”carilah ilmu sampai ke negeri cina, maka sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang islam, sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya kepada orang yang mencari ilmu karena ridla kepada apa yang dicari”.[10]

Dari hadits diatas salah satu kewajiban manusia sebagai hamba terhadap Allah swt, adalah kewajiban menuntut ilmu, seberapa juah, seberapa mampu manusia menuntut ilmu serta diwajibkan menuntut ilmu dari kecil hingga masuk ke liang kubur. Allah mewajibkan hal tersebut lantas tidak ada hikmahnya, tetapi ada hikmah besar didalamnya. Hal tersebut untuk membekali manusia sebagai  khalifah di muka bumi dan mempersiapkan diri di akhirat nanti.
Nabi saw, bersabda: “Barangsiapa menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka dianugerahi Allah kepadanya jalan ke surga”. Juga Nabi saw, bersabda: “Sesungguhnya malaikat itu membentangkan sayapnya kepada penuntut ilmu tanda rela, dengan usahanya itu”. Serta Nabi saw, bersabda: “Bahwa sesungguhnya engkau berjalan pergi mempelajari suatu bab dari ilmu adalah lebih baik baginya dari dunia dan seisinya”.[11]
Dengan kata lain, Allah mempermudah jalan menuju surga bagi pelajar yang sunggug-sungguh menuntut ilmu dan menuntut ilmu dan mempelajarinya lebih baik dari pada dunia dan isinya.
D.    Analisa Konsep Pendidikan Manusia Berdasarkan Hadits Nabi Muhammmad SAW
Untuk melaksanakan fungsi sebagai khalifah Allah Swt, membekali manusia dengan seperangkat potensi. Dalam konsep ini, maka pendidikan Islam harus mengupayakan yang ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuai yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan.[12]
Dengan demikian, bahwa manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan perlu mendidik diri. Karena manusia mempunyai potensi dasar yang perlu dikembangkan dan dididik, maka yang berhak untuk mengembangkan potensinya adalah pendidik. Dalam hal ini pendidik yang pertama dan utama adalah kedua orang tua, dilanjutkan guru di sekolah dan madrasah,dan disusul oleh masyarakat yaitu orang-orang yang berada di lingkungan masyarakat. Pendidikan manusia tidak dibatasi dengan ruang dan waktu, dimanapun berada manusia dapat mengenai pendidikan, baik itu di daerahnya maupun di luar daerahnya, dan dari kecil, remaja, dewasa hingga orang tua, manusia diharuskan belajar, menuntut ilmu, mencari ilmu pengetahuan, mendapatkan pendidikan yang sekiranya dapat menunjang dan membantu dalam kelangsungan hidup mereka, karena yang baik dan ideal manusia dalam menjalani aktifitas kehidupannya selalu berprinsip pada manusia pembelajar.[13]
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Fitrah berarti suatu bawaan yang melekat pada manusia yang dibawa sejak lahir yang merupakan suatu potensi yang ada setiap diri manusia serta tabiat alami (karakter) yang dimiliki manusia baik dar tinjauan lahiriahnya maupun rohaniahnya termasuk emosi, kecerdasan, instink, bakat, seni, dan dorongan-dorongan yang bersifat manusiawi.
Begitu sempurna ciptaan Allah, menciptakan manusia dengan berbagai potensi yang berguna menjalani hidup di dunia. Dengan adanya potensi manusia bertanggung jawab atas potensi dengan mengembangkan dan digunakan sebaik-baiknya. Lewat jalur pendidikanlah potensi dapat berkembang dengan baik.
Dalam pendidikan manusia berpotensi sebagai pendidika dan peserta didik, yang mana pendidik wajib mengamalkan dan memberitahukan kepada sesama muslim walapun itu satu kata. Serta manusia wajib menuntut ilmu atau sebagai peserta didik yang mana sudah dijelaskan pada Hadits Nabi saw.
Fungsi pendidikan disini sangatlag penting, sebab pendidikan yang mampu menata potensi-potensi manusia dan sudah jelas dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits yang menjelaskan pentingnya pendidikan.
B.     Saran
Sebagai makhluk yang sempurna dan khalifah di bumi seharusnya manusia bisa menjaga dan memelihara bumi dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Dan merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan manusia yaitu berpendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Al-Imam Al-Hafidzh Ibnu Hajar. 2002.  Fathul Baari Syarah Jilid 5. Jakarta: Pustaka Azzam
Aziz, Abdul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras
Falah, Ahmad. 2010.  Hadits Tarbawi, Kudus: Nora Media Enterprise
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pres
Uhbiyati, Nur. 2013. Dasar-Dasar ilmu Pendidikan Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra


[1] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 38
[2] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi,  (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010),  hlm. 12-13
[3] Ahmad Falah,  hlm. 14
[4] Ahmad Falah,  hlm. 11
[5] Ahmad Falah, hlm. 2
[6] Nur Uhbiyati,  Dasar-Dasar ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2013),  hlm. 113
[7] Al-iman Al hafidzh  Ibnu Hajar Al asqalani , Fathul Baari syarahjilid 5(jakarta : pustaka Azzam, 2002) , hlm  263-264.
[8] Nur Uhbiyati,  Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, hlm. 118
[9] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi, hlm. 2
[10] Ahmad Falah, hlm. 2
[11] Nur Uhbiyati,  Dasar-Dasar ilmu Pendidikan Islam, hlm. 104-105
[12] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 22
[13] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, hlm. 15-16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar