Sabtu, 23 Mei 2015

artikel aswaja



NGURI-NGURI
AJARAN AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH

Dalam era Glonalisasi ini, pertumbuhan aliran-aliran sesat dalam tubuh Islam terus berkembang pesat. Dimana mereka semua mengaku mengikuti ajaran Ahlussunah wal jama’ah, tetapi pada kenyataannya ajaran mereka sangat menyimpang dari ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Adanya perbedaan pendapat dalam aqidah (tauhid pokok) diantara mereka menjadi penyebab timbulnya perpecahan di dalam ummat Islam.
Perpecahan pada ummat Islam sendiri dimulai pasca wafatnya Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam. Tepatnya pada masa kekhalifahan Ustman bin Affan Rodhiyallahu ‘Anhu, kemudian berlanjut pada masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Tholib Karramallahu Wajhah. Pada saat itu sudah mulai tampak perselisihan aqidah diantara para sahabat. Kemudian berlanjut pada periode Salaf (300 tahun sesudah wafatnya Nabi SAW) hingga pada periode Kholaf (kontemporer), pada masa Kholaf ini muncul golongan yang mengaku salafy yang sangat berbahaya bai ummat Islam yaitu Wahabi.
Lahirnya aliran-aliran sempalan dalam Islam tidaklah muncul begitu saja. Syekh Ja’far Shubani dalam kitab AL-milal Wan Nihal, menjelaskan tentang sebab-sebab lahirnya firqah-firqah tersebut. Diantara penyebab munculnya firqah-firqah yaitu, pertama adanya tendensi (kecenderungan) yang dpengaruhi oleh kepartaian dan fanatisme kesukuan, yaitu perbadaan pendatan dalam persoalan imamah (kepemimpinan ummat). Kedua, adanya kesalahfahaman serta pemutarbalikan tentang pembatasan hakiakt agama. Ini disebabkan karena keterbatsan daya fikir dan kurangnya penalaran sebagian meraka dalam menelaah esensi agama. Ketiga, larangan menulis haidts Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, menukil serta meriwayatkannya.
Dalam hal ini Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam  sudah memprediksi akan adanya perpecahan faham aqidah dalam ummat Islam. Dalam hadits beliau :

ستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة الناجية منها واحدة والباقون هلكى قيل ومن الناجية ؟ قال أهل السنة والجماعة قيل ومن أهل السنة والجماعة قال ما أنا عليه واصحابي (رواه ابن ماجه)

Artinya : ”Sesungguhnya ummatku (kelak) akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Golongan yang selamat diantaranya hanyalah satu, sedangkan yang lainnya akan binasa”, Ditanyaka kepada Rosulullah, “Siapakah itu yang akan selamat?”, Rosulullah menjawab, “Ahlussunnah Wal Jama’ah”, kemudian ditanyak lagi, “siapakah mereka itu?”, Rosulullah menjawab,”yaitu mereka yang ajarannya sesuai denganku dan para sahabatku.” (H.R Ibnu Majah)
Pada Hadits diatas disebutkan bahwasanya kelak ummat Rasulullah akan terpecaah menjadi 73 golongan dan diataran golongan yang sesat itu menyisakan satu golongan yang selamat (firqoh najiyyah),  yaitu golongan yang ajarannya sesuai sunah Rasul dan para sahabatnya. Sebagaimana yang dilukiskan dalam Hadits nabi: "ما انا عليه واصحابي"    , golongan inilah yang disebut Alussunnah Wal Jama’ah. 

Kriteria Ahlussunnah Wal Jama’ah
Ahlussunnah wal jama’ah yang disebut Aswaja adalah suatu ideologi Islam yang menganut i’tiqad dan amaliah Nabi Muhammad Shollahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, serta mengikuti akhlak dari ulama’ salafusshalihin dan berpegang teguh pada Al-qur’an dan Hadits sebagai rujukan utamanya, lalu kemudian Ijma’ dan Qiyas.
Dalam sebuah Hadits, diriwayatkan ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam tentang kriteria seseorang yang benar-benar mengikuti ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kemudian beliau menyebutkan kriteria seseorang yang mengikuti ajaran Aswaja, yaitu ketika dia memilik cir-cir. Pertama, orang tersebut senantiasa melaksanakan sholat lima waktu dengan berjama’ah. Kedua , tidak menyebutkan para sahabat nabi dengan sebutan yang tidak baik. Ketiga, tidak memberontak kepada pemimpin yang sah. Keempat, tidak ragu atas keimanannya sendiri. Kelima, senantiasa iman kepada Qodlo’ dan Qodar Allah Subhanahu Wata’ala. Keenam, tidak menhina agama Allah Subhnanahu Wata’ala. Ketujuh, tidak mudah mengkafirkan saudara sesama muslim. Kedelapan, tidak enggan menshalati sesama muslim yang sudah meniggal dunia. Kesembilan, berpendapat bahwa diperbolehkannya mengusap kedua muzah pada saat berpergian atau tidak (berada di rumah). Kesepuluh, bersedia shalat (menjadi ma’mum) pada setiap orang yang baik dan tidak baik.

Ajaran-ajaran ahlussunnah wal jam’ah
Diantara amaliah-amaliah ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah yaitu:
1.     Tawasul
Menurut aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, berwailah kpeada orang yang masih hidup atau yang sudah meninggal menurut Ijma’ ulama’ itu hukumnya mubah (boleh). Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wata’ala yang berbunyi:
يا أيها الذين آمنوا تقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة .... (المائدة : 35
Artinya : “hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan carilah (wasilah) jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (QS. Al-maaidah:35)
       Berkaitan dengan tawassul Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallsam juga menganjurkannya, hal ini berdasarkan sebuah Hadits shohih yang artinya “bertawassulah kalian semua kepadaku dan keluargaku, karena sesungguhnya tidak akan ditolak orang yang bertawassul kepada kita” (HR. Ibnu Majah).
2.     Ziarah Kubur
Salah satu dari beberapa amalan aswaja khususnya Kaum Nahdliyin adalah ziarah kubur, menurut Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah berziarah ke makam para Nabi, Waliyullah, orang-orang sholeh dan kedua orang tua hukumnya sunah. Sebagaimana sabda Rasulullah Shollahu ‘Alaihi Wasallam :
كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها (رواه مسلم)
Artinya : “Dulu Aku (Rosulullah) pernah melarang kalian semua untuk Ziarah Kubur, tetapi sekarang berziarahlah kalian (HR. Muslim).
Rasulullah Shollallhu ‘Alaihi Wasallam juga menerangkan dalam sebuah Hsdits-nya bahwa barang siapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya (yang sudah meniggal dunia) atau salah sat dari keduanya pada setiap hari jum’at maka diampuni dosa-dosanya oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan dia dicatat sebagai anak birrul walidain.
Tetapi salah satu ulama’ Wahabi mrngatakan bahwa Haram hukumnya melakukan perjalanan untuk berziarahi makam Rasulullah, walaupun bagi mereka yang melakukan ibadah Haji –Naudzubillah min dzalik-. Padahal menurut ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah, berziarah ke makan Rasulullah itu sanagt dianjurkan bagi yang mampu ke sana, sebagaimana disebutkan dalam Hadits, “barang siapa yang datang menziarahiku dan tidaklah dai niatkan kecuali menziarahiku, sesungguhnya dia berhak mendaoat syafa’atku.” (HR. Thabrani).
3.     Sholawat
Sholawat merupakan ibdah sunah yang sangat dianjurkan oleh Syara’ sebagaimana firma Allah Subhanahu Wata’ala
إنّ الله وملئكته يصلّون على النّبيّ يا أيّها الّذين أمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما (ألأحزب : 56
Artinya: “Sesungguhya Allah dan malaikat-malaikatNya senantiasa bersholawat kepada Nabi, hai orang-orang yang beriman bersholawatlah kepada kalian semua kepada Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56).
       Dalam Haditsnya Rasulullah menjamin kepada siapapun yang memperbanyak membaca sholawat kepada beliau pada saat hidupnya, maka Allah akan memerintahkan semua makhlukNya untuk memintakan ampunan kepada Allah setelah ia meninggal dunia. Bahkan para ulama’ sepakat bahwa sholawat adalah amal  ibadah yang pasti diterima oleh Allah untuk memuliakan Rasulullah.
       Berbanding terbalik dengan pemahaman diatas, dimana salah seorang ulama’ dari golonga wahabi mengatakan bahwa Sholawat kepada Rasulullah dengan suara nyaring (jahr) yang dilakukan setelah adzan hukumnya sama seperti seorang anak yang menikahi ibu kandungnya, yakni Dosa Besar. Hal ini dia sampaikan ketika berada di dalam Masjid Ad-Daqqaq Damaskus Syiria.
       Berbagai aliran yang muncul dalam dunia Islam memang telah meresahkan, terlebih lagi akhir-akhir ini muncul golongan Salafy Wahabi yang telah melakukan teror ke santero dunia. Membawa semboyan “Kembali pada Al-Qur’an dan Hadits” namun didalamnya malah mengandung kesesatan-kesesatan yang sangat bertolak belakang dengan ajaran Allah dan Rasulullah dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ummat Islam harus membentengi diri mereka dari gelagat jaran yang menyamping tersebut, dan terus menjaga eksitensi kesucian Islam tersebut dengan nguri-nguri ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Wallahu A’lam.
       Referensi:
1.     Al-Qur’an dan terjemahannya
2.     Idhohu Al-Mubham, Syaikh Ahmad Ad-Dumanhuri
3.     Syarah Kifaya Al-Atqiya’, KH. M. Sya’roni Ahmadi
4.     Buku Sejarah Bersekte Salafi Wahabi, Syaikh Idahram

artikel ini bukan sebagai acuan utama, namun sebagai pintu sebuah wawasan dalam belajar

1 komentar: