Rabu, 03 Juni 2015

Makalah Tafsir Ahkam: Surat Al-Baqarah (267) Harta yang wajib dizakati dan Surat At-Taubah (60) Mustahiq



HARTA YANG WAJIB DIZAKATI  DAN MUSTAHIQ ZAKAT
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Tafsir 1 (Ahkami)
Dosen Pengampu : Muhammad Dhofir, M.Ag
Disusun Oleh :
Muhammad Haidarullah
Safiru Nailatul Chusna
Rizki Armando
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 TAHUN 2015
A.   PENDAHULUAN
       Zakat, secara harfiah berarti tambah (ziyadah), namun secara istilah mengeluarkan barang tertentu untuk orang tertentu dengan aturan dan syarat tertentu.[1] Ummat Islam diwajibkan untuk memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini disebutkan berkali-kali dalam Al-Qur’an. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikkan sedekah. Namun pada kemudian hari ummat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Hingga seseorang yang memberi zakat dengan barang yang buruk kondisinya dan kemudian diperintahkan dengan barang yang baik kondisinya. Nabi Muhammad SAW. melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukkan bahwa kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
         Pada zaman kholifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan pada kelompok masyarakat tertentu.
B.   TEKS AYAT
Teks ayat pertama dalam surat AL-Baqarah: 267
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya keculai dengan memicingkan mata terhadapnya. Ketauhilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah:267)
Teks ayat pertama dalam surat At-Taubah: 60
 $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!,ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ  
“Sesungguhnya sedekah-sedekah itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, ‘amilin (panitia zakat), para mu’allaf yang dibujuk hatinya untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk sabil (Jalan) Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sabagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tubah: 60)[2]
C.   MAKNA MUFRADAT
Makna mufradat pada surat Al-Baqarah ayat: 267
Ø  أنفقوا : kata Infaq berasal dari akar kata nafaqa yanfaqu nafaqan nifaaqan yang artinya “habis” atau “laris”. Artinya Infaqkanlah/ bayarlah zakatnya,
Ø  طيّبات : diambil dari kata thayyib yang artinya baik,
Ø  الخبيث : lawan dari thayyib, yang berarti buruk,
Ø   ولا تيمّموا: janganlah kamu bermaksud, memilih, mengkehendaki,
Ø  تغمضوا : meremehkan, memincingkan mata.[3]
Makna mufradat pada surat At-Taubah: 60
Ø  الصدقات : zakat wajib (الزكاة المفروضة)[4]. Zakat wajib dalam bentuk uang tunai atau binatang ternak,[5]
Ø  للفقراء : artinya orang berpenghasilan tidak tetap lagi (tidak mencukupi) penghasilannya.[6] Menurut Dr. Abdullah bin Abdul Muhshin At-Turki, fuqara yaitu orang yang tidak punya apa-apa dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Sedangkan menurut Al-Qaththan, fakir ialah orang-orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya.[7]
Ø  والمساكين : orang memiliki penghasilan tetap tapi penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya.[8] Menurut Dr. Abdullah bin Abdul Muhshin At-Turki, miskin yaitu, orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Menurut Al-Qaththan, miskin itu orang yang tak dapat memenuhi kebutuhannya dan tak mampu bekerja (Dr. Madani: 2014, 68).
Ø  فريضة من الله : suatu ketetapan Allah yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.[9]
D.   ASBAB AN-NUZUL
Dalam asbab an-nuzul pada surat At-Taubah ayat 60:
         Banyak riwayat tentang sebab turunnya ayat ini, yang menceritakan kisah–kisah tertentu mengenai orang-orang tertentu yang mencela keadilan Rasulullah SAW dalam pendistribusian zakat ini. Salah satunya adalah: Imam Bukhari dan an-Nasa’i meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra. ia berkata, “ketika Nabi melakukan pembagian zakat, tiba-tiba datanglah Dzul Huwaishir at-Tamimi kepada beliau lalu berkata, ‘Yang adillah wahai Rasululah!’ Kemudian beliau bersabda, ‘Celakalah kamu! Siapakah yang berbuat adil kalau aku tidak berbuat adil?’ Kemudian Umar ibn Khattab berkata, ‘Izinkanlah aku untuk memenggal kepalanya!’ Rasulullah bersabda, ‘Biarkanlah dia! Sesungguhnya dia mempunyai kawan-kawan yang salah seorang dari kamu meremehkan shalatnya bersama shalat mereka, dan puasanya bersama puasa mereka. Mereka lepas dari agama sebagaimana anak panah lepas dari busur…’ Maka, mengenai mereka turunlah ayat, ‘Di antara mereka ada yang mencelamu tentang (pemberian) zakat.” (QS. At-Taubah: 58). Dan begitupun ayat 59 dalam surat yang sama, yang pada dasarnya adalah pembelaan Allah SWT kepada Rasulullah SAW saat orang-orang Munafik yang bodoh mencela Rasulullah SAW akan pembagian zakat. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah-lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah SAW. Allah SWT membaginya hanya untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut.[10]

Namun pada surat Al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut asbab an-nuzulnya:
         Al-Hakim, meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi SAW memerintahkan ummat Islam agar mengeluarkan zakat fitrah dengan satu sha’ kurma. Lalu datanglah seorang membawa kyrma berualitas rendah. Maka turunlah surat Al-Baqarah ayat 267. Al-Hakim, At-Turmudi, Ibnu Majah meriwayatkan dari Al-Bara’, ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar. Ketika memanen kurma mereka mengeluarkan beberapa tandan kurma, baik yang sudah matang atau belum matang yang diperuntukkan untuk orang miskin kaum Muhajirin dan seorang laki-laki sengaja mengeluarkan satu tandan kurma dengan kualitas buruk. Ia mengira diperbolehkan hingga turun ayat yang artinya “...dan janganlah kamu memilah-milah yang buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya...”. Yakni, tandanan kurma bermutu buruk yang seandainya diberikan kepadamu, kamu tidak mau menerimanya.[11] Sedangkan menurut Dr. Mardani, Allah menurunkan FirmanNya yang artinya “...Wahai orang-orang yang beriman! Infaqkanlah seagian dari hasil usahamu yang baik...”. Yang pada intinya sama, yaitu turun surat Al-Baqarah ayat 267.
         Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Dulu para sahabat memberi bahan makanan yang murah, lalu mereka menyedekahkannya. Maka turunlah ayat ini.[12]
E.     MUNASABAH
Munasabah dalam surat Al-Baqarah ayat 267:
         Pada ayat sebelumnya QS. Al-Baqarah ayat 261-264[13] Allah mengemukakan sifat dan niat yang harus disandang oleh seseorang ketika berinfaq, seperti ikhlas karena Allah, niat membersihkan jiwa, menjauhi  sifat riya’  serta sikap yang harus diperthatikan setelah berinfaq yaitu, tidak menyebut infaqnya dan tidak pula menyakiti penenrimanya. Itu semua merupakan edoman yang berkenanan dengan orang yang berinfaq dan cara bagaiamna seharusnya ia berinfaq.[14]
Munasabah dalam surat At-Taubah ayat 60:
 Nåk÷]ÏBur `¨B x8âÏJù=tƒ Îû ÏM»s%y¢Á9$# ..... ÇÎÑÈ       
         Pada ayat diatas QS. At-Taubah: 58, menunjukkan sedekah wajib (zakat). Sedekah-sedekah menyebabkan kaum munafikin mencela Rasul SAW., karena kekedewaan mereka atas kebijakan alokasi zakat yang semula disuga hanya akan lebih mementingkan keluarga dekat mereka, tetapi ternyata tidak demikian  karena didasarkan atas aspek keadilan, pemerataan adalah semuanya sedekah wajib. Disini letak relevansi  ayat: Ï ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ä!,ts)àÿù=Ï9 àM»s%y¢Á9$# $yJ¯RÎ)[15]
F.    PEMBAHASAN
         Ahkam syar’iyah atau kandungan hukum pada surat Al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut:
1.      Hasil usaha halal (yang baik-baik) wajib dikeluarkan infaqnya,
2.      Hasil pertanian wajib juga dikeluarkan zakatnya,
3.      Dalam berinfaq atau zakat hendaklah diberikan harta yang baik-baik dab bagus, bukan harta yang jelek atau rusak.[16]
         Ahakm Syar’iyah atau kandungan hukum pada surat At-Taubah ayat 60 sebagai berikut:
         Mustahiq zakat (orang yang berhak menerima zakat) ada delapan golongan yaitu:
a.       Fakir : orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya,
b.      Miskin : orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan,
c.       Amil : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat atau sering disebut pengurus zakat,
d.      Muallaf : orang yang baru masuk Islamyang imannya lemah,
e.       Hamba sahaya (budak) atau Riqob,
f.       Orang berhutang (Ghorim) : orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan untuk maksiatdan tidak sanggup untuk membayarnya,
g.      Sabilillah : orang yang beraktifitas untuk menaati Allah dan menuju Ridho Allah untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Ada yang berpendapat orang membangun madrasah, rumah sakit, membiayai haji,
h.      Musafir : orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.[17]


DAFTAR PUSTAKA
Mardani. 2014. Tafsir Ahkam.  Yogyakarta: Pustaka Belajar
Suma , Muhammad Amin. 1997. Tafsir Ahkam 1. Jakarta: Logos
At-Turki , Abdullah bin Abdul Muhshin. At-Tafsir Al-Muyassar. Jilid III, (E-Book: Al-Maktabah Asy-Syamilah. Tth)
Sitanggal, Ansori Umar, dkk. Terjemah Tafsir Al Maragi Jus III. Semarang: CV. Toha Putra


[1]  Muhammad Amin Suma, Tafsir Ahkam , (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 51
[2]  Ibid, hlm. 52 dan 58; Dr. Mardani, Tafsir Ahkam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014) , hlm. 64 dan 67
[3]  Ibid, hlm. 52-53; Dr. Mardani, Tafsir Ahkam, Op.Cit., hlm. 64-65
[4]  Dr. Mardani, Tahsir Ahkam, Op.Cit., hlm. 68
[5]  M. Amin Suma, Tafsir Ahkam 1, Op.Cit., hlm. 58
[6]  Ibid, hlm. 59
[7]  Dr. Mardani, Tahsir Ahkam, Op.Cit., hlm. 68
[8]  M. Amin Suma, Tafsir Ahkam 1, Op.Cit., hlm. 59
[9]  Ibid, hlm. 60; Dr. Mardani, Tahsir Ahkam, Op.Cit., hlm. 68
[11]  Ibid, hlm. 54
[12]  Dr. Mardani, Tafsir Ahkam, Op.Cit., hlm. 65
[13]  Ansori Umar Sitanggal, dkk, Terjemah Tafsir Al Maragi Jus III, (Semarang: CV. Putra, 1992), hlm. 51-52
[14]  M. Amin Suma, Tafsir Ahkam 1, Op.Cit., hlm. 54
[15]  Ibid, hlm. 61
[16]  Ibid, hlm. 66-67
[17]  Ibid, hlm. 67-68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar