MENYELISIK FILSUF ABAD PERTENGAHAN
(AGUSTINUS)
Disusun
guna memenuhi tugas Tes Akhir Semester
Mata
Kuliah : Filsafat
Dosen
pengampu : Hj. Ulya, M.Ag
Disusun
oleh :
Muhammad
Haidarullah
NIM
: 1410110559

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2014
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Abad Pertengahan dimulai sekitar abad ke-1 sampai
abad ke-15. Abad Pertengahan berarti zaman tengah atau zaman yang menengahi dua
zaman penting, yaitu zaman kuno (Yunai-Roma) da zaman modern. Suatu peralihan
filsafat lazimnya ditandai dengan perbedaan dan dalam semangat berpikir atau
proyek berpikir para filsuf. Perbedaan berpikir filsuf inilah yang membuat para
sejarawan membedakan antara zaman yang satu dengan zaman lainnya. Semangat
berpikir para filsuf Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat
antara agama dan filsafat, yang sebelumnya tidak terjadi seperti ini. Oelh
karena itu, telah terjadi perbedaan proyek berpikir dan karakter berpikir. Dan
para filsuf yang hidup di Abad Pertengahan hampir semuanya menganut agama
Kristen. Bahkan, mereka tergolong orang-orang penting dalam agama Kristen
lantaran mereka terdiri dari golongan biarawan, seperti rahib, uskup, dan
pemimpin biara.
Abad Pertengahan sering pula disebut Abad Kegelapan.
Hal ini terjadi sejak Kaisar Justianus, tepatnya pada tahun 529, mengeluarkan
undang-undang yang melarang ajaran filsafat apa pun di Athena. Tujuan
dikeluarkannya undang-undang tersebut tentu saja untuk melindungi ajaran
Kristen dari serangan orang-orang yang menganggap filsafat Yunani lebih bagus
dari pada ajaran Kristen. Kendati demikian, kebebasan berpikir juga tampak. Hal
ini terlihat dari berpikir filsuf Agustinus, yang mana filsafatnya bertahan
selama 10 abad.
Di sini akan dibahas salah satu filsuf Abad
Pertengahan, yaitu Agustinus. Untuk menambah pengetahuan dalam sejarah filsafat
Abad Pertengahan.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Agustinus dalam
berfilsafat?
2. Apa karya Agustinus yang cukup terkenal
dalam ilmu filsafat?
3. Bagaimana filsafat Agustinus?
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup
Agustinus memiliki nama panjang Markus Aurelius
Agustinus. Ia lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria), Afrika Utara, pada
tahun 354. Ayahnya, Patricius, yang dianggap kafir karen tidak memeluk agama
Kristen hingga kematiannya. Sedangkan ibunya, Monica, penganut agama Kristen
yang saleh.
Awalnya, Agustinus menganut ajaran Manikeisme.
Manikeisme mengajarkan dua prinsip dasar yang bertentangan, yaitu “yang baik”
dan “yang jahat”. Akan tetapi, Agustinus belum menemukan kedamaian dalam ajaran
ini. Karena itu, Agustinus meninggalkan ajaran Manikeisme dan menganut ajaran
Skeptisisme yang mengajarkan bahwa tidak mungkin manusia mencapai suatu kebenaran.
Namun, ajaran Skeptisisme Agustinus juga tak
bertahan lama. Agustinus kemudian beralih menganut ajaran Neoplatonisme setelah
membaca karya Plotinus, Enneade. Ajaran ini yang terakhir dalam hidup Agustinus dan
telah mengantarkannya untuk menganut ajaran yang paling akhir diyakininya,
yaitu ajaran Kristen. Agustinus merasa nyaman dengan ajaran Kristen, sehingga
seluruh hidupnya diserahkan pada kepentingan Tuhan Kristen. Karena itulah, pada
tahun Agustinus dinisbahkan menjadi Imam. Melihat reputasinya yang cemerlang,
empat tahun kemudain Agustinus diangkat sebagai uskup Hippo.
Pada tahun 430, Agustinus meninggal dunia dalam
kesucian dan kemiskinan, karena seluruh hartanya diwariskan pada kepentingan
ajaran Kristen dan Umat. Jasanya terbesar ialah (dapat dikatakan sebagai orang
pertama) “merumuskan filsafat Kristen” dan sangat berpengaruh terhadap
filsuf-filsuf sesuddahnya di Abad Pertengahan.
B. Karya Agustinus
Agustinus menulis beberapa buku. Diantara
buku-bukunya, dua karya yang cukup terkenal adalah sebagai berikut:
1. Confession
(pengakuan sekaligus puji-pujian kepada
Allah)
2. De
Civitate Dei ( The City of God, tentang komunitas Allah)
C. Filsafat
1. Menolak
Skeptisisme
Seperti telah disinggung sebelumnya, Agustinus
pernah menganut Skeptisisme namun akhirnya
meninggalkannya. Menurut Agustinus, bahwa ia percaya dirinya (aku) dapat
meragukan sesuatu di luar aku. Atau, aku dapat meragukan kepastian segala
sesuatu. Akan tetapi, ketika aku meragkuan segala sesuatu, aku tidak dapat
meragukan bahwa aku sedang meragukan segala sesuatu. Karena itu, menurut
Agustinus harus ada yang diterima bahwa pasti aku sedang meragukan sesuatu.
Dalam hal ini, muncul semboyan yang terkenal yaitu, “Kalau aku keliru, maka aku
ada” (Si enim fallor,
sum), atau “Kalau aku ragu-ragu, maka aku
ada”.
Dalam ungkapan lain, setelah Agustius mempelajari
Skeptisisme, ia kemudian tidak menyetujuinya karena di dalamnya terdapat
pertentangan batiniah. Menurut Agustinus, daya pemikiran manusia ada batasnya,
tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada
batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal pikiran manusia dapat
berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi. Dengan argumen ini,
Agustinus telah meruntuhkan Skeptisisme yang meragukan segalanya.
2. Tentang Sumber
Pengetahuan
Dari kritiknya terhadap Skeptisisme, Agustinus
kemudian merumuskan tentang sumber pengetahuan manusia. Mennurut Agustinus, di
dalam diri manusia sudah terdapat perangkat alamiah untuk menggapai pengetahuan
atau kebenaran. Perangkat itu adalah indra. Akan tetapi, indra tidak dapat
menangkap pengetahuan tanpa adanya idea-idea rohani (di sini terdapat pengaruh
ajaran Plato mengenai idea-idea). Idea-idea rohani ini dipancarkan dari Tuhan.
Hal tersebut dapat diartikan bagaikan cahaya
matahari yang menerangi penglihatan kita. Mata adalah perangkat ilmiah untuk
mengetahui, sedangkan idea-idea adalah cahaya matahari. Tanpa cahaya matahari
mata tidak dapat melihat karena tidak ada yang menerangi. Dengan demikian,
lewat cahaya matahari yang dipancarakan oleh Tuhan, maka mata kita dapat
mengetahui. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa dalam Epistemologi
Agustinus, Tuhan adalah guru yang megajarkan pengetahuan terhadap manusia. Jika
Tuhan tidak mengajarkan pengetahuan, manusia tidak akan pernah memiliki
pengetahuan. Pengetahuan atau idea-idea yang dimiliki manusia bersumber dari
Tuhan.
Dari pendapat Agustinus sebenarnya memperjelas
idea-idea Plato. Bagi Plato, idea-idea berdiri sendiri, namun bagi Agustinus,
idea-idea diciptakan dari Tuhan.
3. Tentang
Penciptaan Alam Semesta
Pandangan Agustinus mengenai alam semesta sangat
berbeda dengan para filsuf Yunani pada umumnya yang mengatakan bahwa alam
semesta berasal dari bahan atau materi tertentu seperti, air, api, tanah,
udara, atom dan lain sebagainya. Menurut Agustinus, alam semesta diciptakan
oleh Tuhan dari ketiadaan (cratio ex nihilo) atau lebih tepatnya Tuhan
menciptakan alam semesta ini tidak menggunakan materi apapun. Dengan kata lain,
Tuhan menciptakan alam semesta ini tidak menggunakan materi, tetapi langsung
menjadikannya.
Jadi, materi, ruang dan waktu yang dapat kita indra
serta rasakan ini menjadi ada setelah Tuhan menciptakannya. Sebelumnya tidak
ada hal-hal tersebut. Karena itu, alam semesta ini tidak abadi dann bisa rusak.
Sebab alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dan akan kembali pada Tuhan. Yang
abadi hanyalah Tuhan itu sendiri sebagai pencipta alam semesta ini.
PENUTUP
A.
Simpulan
Agustinus salah satu filsuf Abad Pertengahan yang
lahir di Tagasta, Numidia. Dalam hidupnya, Agustinus mempelajari bermacam
filsafat diantaranya Skeptisisme, Manikeisme, Neoplatonisme. Dalam mempelajari
macam ajaran filsafat, Agustinus akhirnya yakin pada ajaran Neoplatonisme yang
mengantarkannya dalam agama Kristen dan seluruh hidup Agustinus diserahkan
dalam agama Kristen. Selain itu juga, Agustinus aktif menulis dan menghasilkan
beberapa karya ke dalam sebuah buku. Agustinus dapat dikatakan sebagai orang
pertama yang “merumuskan filsafat Kristen”.
Dalam mempelajari Skeptisisme, Agustinus menolak dan
menghapus, karena Skeptisisme meragukan segala sesuatu. Tapi, menurut
Agustinus, ketika meragukan sesuatu, ada hal yang pasti tidak bisa diragukan
yaitu, orang itu sendiri yang sedang meragukan sesuatu.
Sedang dalam sumber pengetahuan, Agustinus
merumuskan bahwa dalam diri manusia sudah ada perangkat mencapai kebenaran
yaitu indra. Dan indra dapat menangkap kebenaran dengan adanya idea-idea yang
dipancarkan oleh Tuhan. Konsep ini memperjelas idea-idea milik Plato.
Pandangan Agustinus, alam semesta diciptakan oleh
Tuhan dari hal yang tiada menjadi hal
yang ada atau langsung jadi ada. Semua yang mencakup materi itu ada
setelah Tuhan menciptakan dan Tuhan bersifat kekal, sedang ciptaan Tuhan
bersifat tidak kekal dan bisa rusak.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif Rahman, Masykur. 2013. Buku Pintar Sejarah
Filsafat Barat.Yogyakarta: IRCiSoD
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umuum; Akal dan
Hati sejak Thales sampai Capra. Bandung: Remaja Rosdakarya
Hanafi, A. 1983. Filsafat Skolastika. Jakarta:
Pustaka Alhusna
Tjhajadi, Simon Petrus L. 2004. Petualangan
Intelektual; Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman
modern. Yogyakarta: Kanisius
Achmadi, Asmoro. 2013. Filsafat Umum.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar