IBADAH SOSIAL
Makalah
Mata Kuliah : FIQIH I (Ibadah)
Dosen Pengampu : Drs. Umar Lc. M.Ag

Disusun oleh :
1.
Muhamad Syahid (1410110570)
2.
Ainun Nisa’ (1410110571)
3.
Safiru Nailaitil Husna (1410110572)
4.
Muhimmatul Anifah (1410110573)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ibadah terbagi menjadi dua macam, yakni ibadah bermanfaat untuk
pribadi (individual/ syakhsiyah) dan untuk orang lain atau mayarakat (sosial/
ijtima’iyah). Sebelum meningkatkan amaliah ibadah seseorang perlu meningkatkan
keimanan dan kepercayaan akan wujud Allah dengan segala perintah dan
laranganNya, kepercayaan akan adanya pahala serta keyakinan akan manfaat dan
faedah dari amaliah ibadah.
Dalam konteks sosial yang ada, ajaran
syariat yang dalam fiqih sering terlihat tidak searah dengan bentuk kehidupan
praktis sehari-hari. Hal ini pada hakikatnya disebabkan oleh pandangan fiqih
yang terlalu formalistik. Titik tolak kehidupan yang kian hari cenderung
bersifat teologis menjadi tidak berbanding dengan konsep legal-formalisme yag
ditawarkan oleh fiqih. Teologi disini bukan hanya dalam arti tauhid yang
merupakan pembuktian ke-Esa-an Tuhan, akan tetapi teologi dalam arti pandangan
hidup yang menjadi titik tolak seluruh kegiatan kaum muslimin. Padahal di balik
itu, asumsi formalistik terhadap fiqih ternyata akan dapat tersisihkan oleh
hakikat fiqih itu sendiri.[1]
Sepintas yang ada di benak kita tentang ibadah adalah hanya suatu
bentuk hubungan manusia dengan sang Khaliq. Padahal tidak
demikian, bentuk dari ibadah itu ada dua, ada yang
hubungannya langsung berhubungan dengan Allah tanpa ada
perantara yang merupakan bagian dari ritual formal atau hablum minallah
dan ada yang ibadah secara tidak langsung, yakni semua yang berkaitan dengan
masalah muamalah, yang disebut dengan hablum minannas, hubungan antar
manusia. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai ibadah ghairu mahdhah.
B.
Rumusan Masalah
1
Bagaimana
Pengertian Ibadah?
2
Bagaimana
Dasar Hukum Ibadah?
3
Bagaimana
Tujuan Ibadah?
4
Bagaimana
Macam-Macam Ibadah?
5
Bagaimana
Macam-Macam Ibadah Ghairu Mahdhah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah
1. Pengertian Ibadah Secara Lughawi
(etimologis)
Dalam
ensiklopedia Islam yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI (1993,2:385)
terdapat penjelasan bahwa secara lughawi ibadah berarti mematuhi, tunduk,
berdo’a. Dalam Qur’an terdapat kata ta’budu dalam arti taat. Misalnya
dalam surah Yasin ayat 60:
أَلَمْ
أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ
لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Artinya: Bukankah
Aku telah memerintahkan kepadamu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah
setan? Sesunggubnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu
2. Pengertian Ibadah Secara Istilah
(Terminologis)
Dalam
Ensiklopedia Islam tersebut (halaman yang sama) dijelaskan bahwa pengertian
ibadah secara istilahi adalah : kepatuhan atau ketundukan kepada dzat yang
memiliki puncak keagungan, Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah mencakup segala bentuk
kegiatan (perbuatan dan perlkataan) yang dilakukan oleh setiap mukmin-muslim
dengan tujuan untuk mencari keridhaan Allah.
Pengertian
ibadah yang lebih mencakup segala esensinya dirumuskan oleh para ulama
sebagai berikut:
الْعِبَادَةُ
هِيَ اِسْمٌ جَامِعٌ لِمَا يُحِبُّهُ اللهُ ويَرْضَاهُ قَوْلاً كَانَ أَوْ فِعْلاً
جَلِيًّا كان أوْخَفِيًّا
Artinya : Ibadah adalah suatu nama (konsep) yang mencakup
semua (perbuatan) yag disukai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan maupun berbentuk
perbuatan, baik yang terlibat (dalam kenyataan) maupun yang tersembunyi (dalam
batin).
Dalam pengertian
khusus, ibadah adalah segala kegiatan yang semua ketentuannya telah ditetapkan
oleh nash di dalam al-Qur’an dan As-Sunnah dan tidak menerima perubahan,
penambahan ataupun pengurangan. Shalat misalnya, adalah ibadah dalam arti
khusus yang tidak menerima perubahan.[2]
B. Dasar Hukum
Hukum ibadah didasarkan
kepada firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah : 21 yang berbunyi:

Artinya: Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa[3]
C. Tujuan Ibadah
Allah Swt. menciptakan
manusia bukannya tanpa tujuan. Maha Suci Allah dari berbuat tanpa tujuan,
bertindak serampangan, berlaku “nyintrik” atau bersenda gurau. Allah Swt.
berfirman mengenai hal itu dalam Q.S Al-Mu’minun : 115:
أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّما خَلَقْناكُمْ عَبَثاً وَ أَنَّكُمْ إِلَيْنا لا تُرْجَعُونَ
Artinya: Apakah kamu menyangka bahwa itu semua Kami jadikan dengan sia-sia,
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?
Allah Swt. menciptakan
manusia, sesungguhnya dengan tujuan tertentu. Dia telah menjelaskan tujuan
penciptaan manusia, yaitu untuk menyembah-Nya/beribadah kepada-Nya. Tujuan
tersebut dijelaskan Allah melalui firman-Nya dalam Q.S adz-Dzariyat: 56 yang
telah dinukil diatas.[4]
D. Macam-Macam Ibadah
Dari segi umum dan
khususnya, ibadah terbagi kepada:
1. Ibadah khusus, yaitu ibadah yang
ketentuannya telah ditetapkan oleh nash al-Qur’an atau al-Haditsm seperti
shalat, puasa, haji. Ibadah yanb terkategori ibadah khusus tidak menerima
penambahan atau pengurangan.
2. Ibadah Umum, yaitu semua perbuatan
baik/terpuji yang dilakukan oleh manusia muslim-mukmin dengan niat ibadah dan
diamalkan semata-mata karena Allah.[5]
E. Macam-Macam Ibadah Ghairu Mahdhah
Ibadah
ghairu mahdhah ialah ibadah yang tidak sekedar menyangkut hubungan dengan Allah
Swt. tetapi juga berkaitan dengan hubungan sesama makhluk (hablum inallah wa
hablum minannas), disampng hubungan vertikal, juga ada unsur hubungan
horizontal.[6] Contoh
Ibadah Ghairu Mahdhah:
a) Memberikan Nama Anak dengan Nama yang
Sebaik-Baiknya
Kalau
hendak memberi nama anak, berilah nama yan sebaik-baiknya menurut aturan agama
Islam, jangan hanya baik menurut pendengarnya saja, tetapi baik pula artinya.
Sebuah
hadits menyatakan:
“Dari
Abu darda ra. Ia berkata, Nabi muhammad Saw. bersabda: seseungguhnya kamu akan
dipanggil di hari kiamat, dengan namamu dan bapakmu, oleh sebab itu hendaklah
dipakai nama-nama yang baik.” (H.R Abu Dawud)
Adapun
nama yang paling disukai oleh Allah adalah:
1. Nama yang paling utama dan yang paling
tinggi, yaitu nama yang dibangsakan kepada nama Tuhan. Umpamanya Abdullah,
Abdur Rahman, dan lain-lain.
Sebuah hadits
menyatakan: Dari Ibnu Umar r.a dan Nabi Saw. beliau bersabda: “Sesunggunya nama
yang paling disukai Allah ialah Abdullah dan Abdur Rahman.” (H.R Muslim)
2. Nama yang pertengahan baiknya ialah nama
yang dibangsakan kepada nama-nama Nabi, seperti Muhammad Idris, Isa da
lain-lainnya.
Sabda Nabi Saw.: Dari
Abu Wahab Jasya’i ia dari Nabi Saw. beliau bersabda: “Berilah nama anakmu
dengan nama nabi-nabi, dan nama yang paling disukai Allah ialah Abdullah dan
Abdur Rahman, dan nama yang paling benar (boleh dijadikan nama) ialah Haris dan
Hamman, sedangkan nama yang paling keji ialah Harrab dan Marrah.” (H.R Abu
Dawud dan Nasa’i)
Haris
dan Hamman dinamakan nama yang baik karena artinya baik Haris artinya orang
yang bertani, sedangkan Hamman artinya orang yang tinggi cita-citanya. Adapun
Harab dan Marrah dikatakan nama yang paling keji karea artinya keji pula, yaitu
perang dan pahit. Jadi seseorang yang hendak memberi nama kepada anaknya
hendaklah memiliki arti yang baik. Apabila hendak membangsakan nama itu kepada
nama Tuhan, hendaklah menambah Abdu di awalnya, sebagaimna dinyatakan dalam
hadits di atas.[7]
b)
Menutupi Aib Saudara Seiman
Menutupi Aib
saudara seiman adalah hak seseorang yang melakukan tindakan maksiat, apabila
ada seorang saudara seiman melihatnya maka harus menutupinya, karena menutup
aib saudara seiman disisi Allah adalah surga, ampunan serta Ridhonya. Imam
Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah
bersabda:
من ستر علي المسلم ستره الله فى الدنيا ولاخرة
“Barang siapa menutupi aib seorang muslim
Allah akan menutupi aibnya didunia dan di akhirat”.[8]
c) Tolong-Menolong
Secara sederhana , menurut bahasa, ta’awun adalah
saling tolong menolong. Menurut istilah, ta’awun adalah sikap dan praktik
membantu sesama. Suatu masyarakat akan nyaman dan sejahtera, jika dalam
kehidupan masyarakatnya tertanam sikap ta’awun/tolong menolong dan saling
membantu satu sama lain.
Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Kebutuhan itu baik yang sifatnya
material maupun nonmaterial. Orang kaya membantu yang kaya dalam hal tenaga dan
jasa. Saling menolong bukan hanya dalam bidang materi, tetapi dalam berbagai
hal, di antaranya tenaga, ilmu, dan nasihat.
Saling menolong hanya boleh dilakukan dalam
kebaikan. Allah Swt. melarang tolong-menolong dalam berbuat kejahatan. Misalnya,
menolong teman berdusta pada orangtuanya, saling bantu dalam menyontek ketika
ulangan, membantu mencuri, dan sebagainya. Perhatian firman Allah Swt. berikut:
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, (Q.S Al-Maidah: 2)
v Contoh prilaku tolong-menolong
Sikap saling menolong bisa dibiasakan mulai dari
hal-hal yang kecil. Di sekolah, ketika teman memerlukan bantuan harus kita
tolong. Ketika yeman kita memerlukan bantuan harus kita tolong. Ketika teman
kita memerlukan alat tulis, maka kita harus meminjaminya. Ketika ada teman yang
kurang memahami pelajaran, kita harus membantunya dalam belajar. Jika ada teman
sakit dan membutuhkan bantuan dana pengobatan, kita mengumpulkan uang bersama.
Ketika ada orang tersesat dan menanyakan alamat/jalan, maka kita harus membantu
menunjukkan jalan.
v Nilai-Nilai Positif tolong-menolong
dalam kehidupan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa manusia
adalah makhluk sosial. Setiap orang membutuhkan bantuan orang lain dalam
menjalani kehidupannya. Oleh karena itu, antara satu orang dengan yang lain
harus menjalin pergauan yang baik. Karena jika tidak, kehidupan mereka akan
berjalan sendiri. Pergaulan yan baik itu salah satunya bisa diciptakan dengan
mengembangkan sikap saling tolong menlong antar sesama. Banyak manfaat atau
nilai positif yang dapat diambil dari terciptanya hubungan saling menolong,
antara lain:
1. Memperkuat tali atau hubungan
silaturrahim antar sesama;
2. Di antara masyarakat akan tercipta
simbiosis mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan);
3. Kebutuhan atau keperluan hidup akan
dapat terpenuhi;
4. Kesulitan hidup menjadi leih ringan;
5. Kehidupan menjadi lebih tenteram dan
sejahtera.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Secara
lughawi ibadah berarti mematuhi, tunduk, berdo’a. Dalam Qur’an terdapat kata ta’budu
dalam arti taat. Sedangkan ibadah secara istilahi adalah : kepatuhan atau
ketundukan kepada dzat yang memiliki puncak keagungan, Tuhan Yang Maha Esa.
Dasar Hukum ibadah
dalam surat Al-Baqarah:21. Sedangkan Tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk
menyembah-Nya atau beribadah kepada-Nya.
Macam-Macam
Ibadah Ghairu Mahdhah Diantaranya:
1. Memberikan Nama Anak dengan Nama yang
Sebaik-Baiknya
2. Menutupi Aib
Saudara Seiman
3. Tolong menolong
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi. Fiqih Ibada. (Bandung: Penerbit M2S Bandung.
1996)
Mahmud, Ali
Abdul Halim. Fiqih Al-ukhuwah fi Al-Islami. (Jakarta: Era Intermedia. 2000)
Mas’ud, Ibnu dan Zainal Abidin. Fiqih Madzhab
Syafi’i (Buku 1 – Ibadah). (Bandung: CV Pustaka Setia. 2000)
Surur, Misbahus. Dahsyatnya
Shalat Tasbih. (Jakarta: QultumMedia. 2009)
Yasin dan Solikhul Hadi. Fiqih Ibadah. (Kudus:
STAIN Kudus. 2008).
Yusmansyah, Taofik. Akidah dan Akhlak.
(Bandung: Penerbit Grafindo Media Pratama. 2008)
[2] Baihaqi, Fiqih
Ibadah, (Bandung: Penerbit M2S Bandung, 1996), hlm. 9-11
[6] Misbahus Surur, Dahsyatnya Shalat Tasbih, (Jakarta:
QultumMedia, 2009), hlm. 28
[7] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab
Syafi’i (Buku 1 – Ibadah), (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 702-703
[8] Ali Abdul
Halim Mahmud, Fiqih Al-ukhuwah fi Al-Islami, Jakarta: Era Intermedia,
2000, hlm. 66
[9] Taofik Yusmansyah, Akidah dan Akhlak, (Bandung:
Penerbit Grafindo Media Pratama, 2008), hlm. 89-91
Tidak ada komentar:
Posting Komentar