Rabu, 03 Juni 2015

Makalah Strategi Pembelajaran PAI: Konsep, Prinsip dan Teori Belajar Mengajar




KONSEP DASAR DAN TEORI-TEORI BELAJAR MENGAJAR

Di Susun Guna memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran PAI
Dosen Pengampu :Muhtarom, M.Pd

Disusun Oleh :
Izzatin Nisa’                           : 1310110436
Ela Noor Faiqoh                    : 1310110444
Zaenal Mustofa                     : 1310110461


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    PENDAHULUAN
Bila terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini kiranya mudah dipahami, karena bila ada yang belajar sudah barang tentu ada yang mengajarnya, dan begitu pula sebaliknya. Jika sudah terjadi suatu proses atau interaksi antara yang mengajar dengan yangbelajar, sebenarnya berada pada suatu kondidi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak sengaja, masing-masing pihak beradadalam suasana belajar. Jadi guru walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya secara tidak langsung juga melakukan belajar.
Didalam proses belajar mengajar, guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subyek belajar, dituntut adanya profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai serta sifat-sifat pribadi, agar prose situ dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana konsep belajar mengajar?
2.      Apa saja prinsip belajar mengajar ?
3.      Apa saja teori-teori belajar mengajar ?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN DAN KONSEP BELAJAR MENGAJAR
Konsep dapat didefinisikan sebagai suatu gagasan atau ide yang relatif sempurna dan bermakna, konsep merupakan suatu pengertian tentang suatu obyek.Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya.Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju keperkembangan pribadi seutuhnya.[1]
Beberapa ahli mengemukakan pamdangan yang berbeda tentang belajar :
a.       Belajar menurut pandangan skinner
Skinner berpandangan bahwabelajar adalah suatu perilaku.Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun
Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
1.      Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon pembelajar
2.      Respon si pembelajar
3.      Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut
b.      Belajar menurut Gagne
Menurut gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar berupa kapabilitas.Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi Sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut :
1.    Persiapan untuk belajar , pada tahap ini dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapatkan kembali informasi.
2.    Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), pada tahap ini digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantic, pembangkitan kembali dan respons, serta penguatan.
3.    Alih belajar, tahap ini meliputi pengisyaratan untuk membangkitkan dan pemberlakuan secara umum.
Adanya tahap dan fase belajar tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran.[2]
Secara umum , belajar dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah Proses internalisasi dari suatu kedalam diri yang belajar, dan dilakukan secara aktif, dengan segenap panca indra ikut berperan.
Ada beberapa prinsip belajar yang penting untuk diketahui, antara lain :
a.       Belajar pada hakikatnnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.
b.      Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri para siswa
c.       Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motifasi, terutama motifasi dari dalam atau intrinsic motifation, lain halnya belajar dengan rasa taakut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan menderita
d.      Kemampuan belajar seorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran
e.       Belajar dapat dilakukan dengan tiga cara : 1). Diajak secara langsung, 2) control, kontak, penghayatan, pengalaman langsung. 3), pengenalan atau peniruan
f.       Belajar melalui peraktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu membina sikap, keterampilan, cara berfikir keritis dan lain-lain, bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja.[3]

B.       TUJUAN BELAJAR
1.         Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir.Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya didalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol adapun jenis interaksi atau cara yang digunakan untuk kepentingan pada umumnya dengan model kuliah (presentasi), pemberian tugas-tugas bahasan. Dengan cara demikian, anak didik akan diberikan pengetahuan sehingga menambah pengetahuannya dan sekaligus akan mencarinya sendiri untuk mengembangkan cara berfikir dalam rangka memperkaya pengetahuannya.
2.         Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan.Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniyah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitik beratkan pada keterampilan gerak / keterampilan dari angota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalh keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan, dan keterampilan berpikir serta kreatifitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
3.      Pembentukan sikap
Menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya.Untuk ini dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model.
Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap  mental atau nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan, hasil belajar. Relevan dengan uraian mengenai tujuan belajar tersebut, hasil belajar itu meliputi :
a.         Hal ikhwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta ( kognitif )
b.        Hal ikhwal personal, kepribadian atau sikap ( afektif )
c.         Hal ikhwal kelakuan, ketrampilan atau penampilan (psikomotorik )[4]

C.  PENGERTIAN MENGAJAR
Istilah mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang berbeda.Akan tetapi antara keduanya terdapat hubungan yang erat sekali.Bahkan antara keduanya terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain. Antara kedua kegiatan itu saling mempengaruhi dan menunjang satu sama lain.[5]
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau system lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsunya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa maka mengajar sebagai kegiatan guru. Adapun definisi lain tentang mengajar adalah, menyampaikan pengetahuan pada ank didik. Menurut pengertian ini berarti tujuan belajar dari siswa hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan.[6]Pengertian luas mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif intuk berlangsungnya kegiatan bagi para siswa.Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.
Suatu proses belajar mengajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan beljar yang efektif. Dalam hal ini perlu disadari, masalah yang menentukan bukan metode atau prosedur yang digunakan dalam pengajaran, bukan kolot atau moderennya pengajaran, bukan pula konvensional atau progresifnya pengajaran. Adapun hasil pengajaran itu dikatan betul-betul baik apabila memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
a.         Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa.
b.      Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga dapat mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan.[7]

D.       PRINSIP-PRINSIP UMUM TENTANG MENGAJAR
Prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar adalah sebagai berikut :
1.        Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa.
2.      Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat prakif.
3.        Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.
4.      Kesiapan dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam mengajar.
5.      Mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar.[8]

E.     TEORI TENTANG BELAJAR MENGAJAR
1.    Teori belajar menurut ilmu jiwa daya
Menurut teori ini, jiwa manusia terdiri dari bermacam-macam daya.Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka untuk memenuhi fungsinya. Untuk melatih suatu daya daya itu dapat digunakan berbagai cara atau bahan. Sebagai contoh untuk melatih daya ingat dalam belajar misalnya dengan menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah asing.Yang penting dalam hal ini bukan penguasaan bahan atau materinya, melainkan hasil dari pembentukan dari daya-daya itu.
2.      Teori belajar menurut ilmu jiwa gestalt
Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian / unsure.Sebab keberadaannya keseluruhan itu juga lebih dulu.Sehingga dalam perbuatan belajar bermula pada suatu pengamatan.Tokoh yang merumuskan penerapan dari kegiatan pengamatan ke kegiatan belajar itu adalah koffka beroendapat bahwa hukum-hukum organisasi dalam pengamatan itu bisa diterapkan dalam kegiatan belajar hal ini berdasarkan kenyataan bahwa belajar itu pada pokoknya yang terpenting adalah penyesuaian pertama, yakni mendapatkan respon yang tepat.Karena penemuan respon yang tepat tergantung pada kesediaan diri si subyek belajar dengan segala panca inderanya.Menurut teori ini memang mudah atau sukarnya suatu pemecahan masalah itu tergantung pada pengamatan.
3.         Teori belajar menurut ilmu jiwa asosiasi
Dari aliran ini ada dua teori yang sangat terkenal, yakni teori konektionisme dari thorndike dan teori conditioning dari Pavlov.
a.      Teori konektionisme
Menurut thorndike dasar belajar itu adalah asosiasi antara kesan panca indera dengan implus untuk bertindak. Dengan kata lain belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan proses, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respons ini akan terjadi suatu hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus , hubungan antara stimulus dan respon ini akan menjadi terbiasa, otomatis.
Hukum-hukum yang dikemukakan Thorndike banyak dilakukan dalam kehifupan sehari-hari, baik disekolah maupun diluar sekolah.Namun perlu di ingat, bahwa teori konectionisme dengan hukum-hukunnya diterapkan dalam kegiatan belajar sebenarnya ada beberapa keberatan. Keberatan-keberatan dari teori ini antara lain ;
1.        Belajar menurut teori ini bersifat mekanisme apabila ada stimulus, dengan sendirinya atau secara mekanis timbul respons. Latihan-latihan ujian, bahkan ulangan dan ujian para subjek didik banyak yang berdasarkan hal-hal semacam ini.
2.      Pelajaran bersifat teacher centered.dalam hal ini guru aktif melatih dan menentukan apa yang harus diketahui subjek didik atau siswa (guru member stimulus).
3.      Subjek didik atau siswa menjadi pasif, kurang terdorong untuk berpikir dan juga tidak ikut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Siswa belajar menunggu datangnya stimulus dari guru.
Teori ini lebih mengutamakan materi, yakni hanya menumpuk pengetahuan yang diterima dari guru dan cenderung menjadi intelektualistis.
b.      Teori Conditioning
Kalau seseorang mencium bau sate, air liur pun mulai keluar (kemecer).Demikian pula kalau seseorang naik kendaraan dijalan raya, begitu lampu merah, berhenti.Bentuk kelakuan itu pernah dipelajari berkat conditioning.Bentuk kelakuan semacam ini pernah dipelajari oleh Pavlov dengan mengadakan percobaan dengan anjing.Tiap kali anjing itu diberi makan, air liurnya keluar.Begitu seterusnya hal itu dilakukan berkali-kali dan sring diulangi, sehingga menjadi kebiasaan. Karena sudah menjadi kebiasaan, maka pada suatu ketika lampu dinyalakan tetapi tidak diberi makanan, air liur anjing pun keluar.
Teori ini kalau diterapkan dalam kegiatan belajar juga banyak kelemahannya. Kelemahan-kelemahan itu antara lain :
a.       Percobaan dalam laboratorium, berbeda dengan keadaan sebenarnya.
b.    Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi dan sebagainya) dapat memengaruhi hasil eksperimen.
c.       Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tidak dikenal. Dengan kata lain, tidak dapat diramalkan lebih dulu, stimulus manakah yang menarik perhatian seseorang.
d.   Teori ini sangan sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan segala seluk beluk belajar yang ternyata sangat kompleks itu.
Melihat ketiga teori belajar yang dirumuskan menurut Ilmu Jiwa Daya, Gestalt maupun Asosiasi, ternyata memang berbeda-beda.Namun demikian sebagai teori yang berkaitan dengan kegiatan belajar, ketiganya ada beberapa persamaannya. Persamaan itu antara lain mengakui adanya prinsip-prinsip berikut ini :
a.         alam kegiatan belajar, motivasi merupakan factor yang sangat penting.
b.        Dalam kegiatan belajar selalu ada halangan atau kesulitan.
c.         Dalam belajar memerlukan aktivitas.
d.      Dalam menghadapi kesulitan, sering terdapat kemungkinan bermacam-macam respons.

c.       Teori Konstruktivisme
Disamping teori-teori tersebut penting juga untuk diketahui mengenai “teori konstruktivisme”.Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan.Penegtahuan bukan gambaran dari dunia penyataan yang ada.Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kongnitif penyataan melalui kegiatan seseotang.
Secara sederhana konstruktivisme itu berangapan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu.Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu petumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya.Jadi seseorang yang belajar itu membentuk pengertian. Bettencourd (1989) menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Lih. Paul Suparno, 1997).
Menurut pandangan dan teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif dari sisubjek belajar untuk merekonstruksi warna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang suadah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang. [9]
Ciri-ciri belajar mengajar secara konstruktivisme adalah sebagai berikut, sebagaimana dijelaskan oleh asrori, (2007) :
1.      Menekankan pada proses belajar bukan proses belajar.
2.    Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
3.      Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
4.    Pepadangan bahwa belajar merupakan suatu proses bukan menekankan pada hasil.
5.      Memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.
Secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah sebagai berikut :
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
4.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi angapan siswa.[10]
Jadi menurut teori konektivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif dimana si subjek belajar mebangun sendiri pengetahuannya.Sebjek belajar juga mencarisendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari.
Sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, maka proses mengajar, bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subjek belajar atau siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subjek belajar merekontruksi sendiri pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk partisipasi dalam subjek belajar dalam membentuk pengetahuan, dan membuat makna, mencari kejelasan dan menentukan justifikasi.Prinsip penting, berpikir lebih bermakna daripada mempunyai jawaban yang benar atas sesuatu.Karena guru dalam hal ini berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membuat optimilisasi belajar siswa.[11]




BAB III
CRITICAL THINGKING
Tujuan dari belajar yakni pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer. Oleh karena itu, guru tidak sekedar ``pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dalam berhadapan dengan peserta didik, guru berperan sebagai fasilitas belajar dan pembimbing belajar.Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik atau siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya, untuk mempraktikkan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya. Cara berinteraksi atau metode-metode yang dapat digunakan misalnya dengan diskusi, demontrasi, sosiodrama, role playing.Sebagai pengajar kita seharusnya menguasai pengetahuan atau materi yang akan kita sampaikan kepada peserta didik. Dalam proses belajar, guru meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.










BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Seseorang itu belajar karena berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka mengubah tingkah laku.Belajar dapat dikatakan sbagai upaya perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan, seperti membaca, mendengar, mengamati dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam belajar perlu adanya proses internalisasi, sehingga akan menyangkut matra kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tujuan belajar yaitu untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap.Ada beberapa teori tentang belajar yakni teori menurut ilmu jiwa daya, ilmu jiwa gestalt dan ilmu jiwa asosiasi.
Sebagai kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar adalah kegiatan mengajar.Mengajar adalah usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar berlangsung kegiatan belajar yang bermakna dan optimal.









DAFTAR PUSTAKA
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta 2012, Raja grafindo persada
Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar, Jogjakarta 2013, Diva Pres
Muhammad Rohman;Sofan Amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran, Jakarta 2013, Prestasi Pustaka
Oemar hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta 2001, bumi aksara
Dimyati,mujionoBelajar dan Pembelajaran, Jakarta 2006, Rineka Cipta


[1] Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta 2012, Raja Grafindo Persada hlm 20-22
[2] Dimyati,mujiono Belajar dan Pembelajaran Jakarta 2006 Rineka Cipta hlm 9-14
[3] Sardiman A.M., Op.Cit, hlm  22-25
[4]Ibid,  hlm  25-29
[5]  Oemar hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta 2001, bumi aksara hlm 44
[6] Sardiman  A.M,  Op.Cit, hlm 47
[7] Ibid hlm 49-50
[8] Muhammad Rohman;Sofan Amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran, Jakarta 2013, Prestasi Pustaka hlm 46
[9]Ibid hlm 30-38
[10] Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar, Jogjakarta 2013, Diva Pres hlm 48-50
[11]Sardiman, Op.Cit, hlm38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar