KONSEP DASAR DAN TEORI-TEORI
BELAJAR MENGAJAR
Di Susun Guna memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran
PAI
Dosen Pengampu
:Muhtarom, M.Pd
Disusun Oleh :
Izzatin Nisa’ : 1310110436
Ela Noor Faiqoh :
1310110444
Zaenal Mustofa : 1310110461
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENDAHULUAN
Bila terjadi proses belajar, maka
bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini kiranya mudah dipahami,
karena bila ada yang belajar sudah barang tentu ada yang mengajarnya, dan
begitu pula sebaliknya. Jika sudah terjadi suatu proses atau interaksi antara
yang mengajar dengan yangbelajar, sebenarnya berada pada suatu kondidi yang
unik, sebab secara sengaja atau tidak sengaja, masing-masing pihak beradadalam
suasana belajar. Jadi guru walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya
secara tidak langsung juga melakukan belajar.
Didalam proses belajar mengajar,
guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subyek belajar, dituntut adanya profil
kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai
serta sifat-sifat pribadi, agar prose situ dapat berlangsung dengan efektif dan
efisien.
B.
RUMUSAN MASALAH
2.
Apa saja prinsip belajar mengajar ?
3.
Apa saja teori-teori belajar mengajar ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN DAN KONSEP BELAJAR MENGAJAR
Konsep dapat didefinisikan sebagai
suatu gagasan atau ide yang relatif sempurna dan bermakna, konsep merupakan
suatu pengertian tentang suatu obyek.Belajar merupakan perubahan tingkah laku
atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya.Dalam pengertian luas, belajar dapat
diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju keperkembangan pribadi seutuhnya.[1]
Beberapa ahli mengemukakan pamdangan yang berbeda tentang belajar :
a.
Belajar menurut pandangan skinner
Skinner berpandangan bahwabelajar adalah suatu perilaku.Pada saat
orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak
belajar maka responnya menurun
Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
1.
Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon pembelajar
2.
Respon si pembelajar
3.
Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut
b.
Belajar menurut Gagne
Menurut gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks, hasil
belajar berupa kapabilitas.Setelah belajar orang memiliki keterampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai.
Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang
meliputi Sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut :
1.
Persiapan untuk belajar , pada tahap ini dilakukan tindakan
mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapatkan kembali informasi.
2.
Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), pada tahap ini
digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantic, pembangkitan kembali dan
respons, serta penguatan.
3.
Alih belajar, tahap ini meliputi pengisyaratan untuk membangkitkan
dan pemberlakuan secara umum.
Adanya tahap dan fase belajar tersebut mempermudah guru untuk
melakukan pembelajaran.[2]
Secara umum , belajar dikatakan juga
sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang
mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam hal ini terkandung
suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah Proses internalisasi dari suatu
kedalam diri yang belajar, dan dilakukan secara aktif, dengan segenap panca
indra ikut berperan.
Ada beberapa prinsip belajar yang
penting untuk diketahui, antara lain :
a.
Belajar pada hakikatnnya menyangkut potensi manusiawi dan
kelakuannya.
b.
Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri para
siswa
c.
Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan
motifasi, terutama motifasi dari dalam atau intrinsic motifation, lain halnya
belajar dengan rasa taakut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan menderita
d.
Kemampuan belajar seorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka
menentukan isi pelajaran
e.
Belajar dapat dilakukan dengan tiga cara : 1). Diajak secara
langsung, 2) control, kontak, penghayatan, pengalaman langsung. 3), pengenalan
atau peniruan
f.
Belajar melalui peraktik atau mengalami secara langsung akan lebih
efektif mampu membina sikap, keterampilan, cara berfikir keritis dan lain-lain,
bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja.[3]
B.
TUJUAN BELAJAR
1.
Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir.Pemilikan pengetahuan
dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain,
tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan,
sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang
memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya didalam kegiatan belajar.
Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol adapun jenis
interaksi atau cara yang digunakan untuk kepentingan pada umumnya dengan model
kuliah (presentasi), pemberian tugas-tugas bahasan. Dengan cara demikian, anak
didik akan diberikan pengetahuan sehingga menambah pengetahuannya dan sekaligus
akan mencarinya sendiri untuk mengembangkan cara berfikir dalam rangka memperkaya
pengetahuannya.
2.
Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu
keterampilan.Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani.
Keterampilan jasmaniyah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat,
diamati, sehingga akan menitik beratkan pada keterampilan gerak / keterampilan
dari angota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani
lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalh keterampilan
yang dapat dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut
persoalan-persoalan, dan keterampilan berpikir serta kreatifitas untuk
menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
3.
Pembentukan sikap
Menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru
harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya.Untuk ini dibutuhkan
kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan
pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model.
Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap
mental atau nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan
menghasilkan, hasil belajar. Relevan dengan uraian mengenai tujuan belajar
tersebut, hasil belajar itu meliputi :
a.
Hal ikhwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta ( kognitif )
b.
Hal ikhwal personal, kepribadian atau sikap ( afektif )
c.
Hal ikhwal kelakuan, ketrampilan atau penampilan (psikomotorik )[4]
C.
PENGERTIAN MENGAJAR
Istilah mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang berbeda.Akan
tetapi antara keduanya terdapat hubungan yang erat sekali.Bahkan antara
keduanya terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain. Antara kedua kegiatan itu
saling mempengaruhi dan menunjang satu sama lain.[5]
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan
kondisi atau system lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk
berlangsunya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa maka mengajar
sebagai kegiatan guru. Adapun definisi lain tentang mengajar adalah, menyampaikan
pengetahuan pada ank didik. Menurut pengertian ini berarti tujuan belajar dari
siswa hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan.[6]Pengertian
luas mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses
belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang
kondusif intuk berlangsungnya kegiatan bagi para siswa.Kondisi itu diciptakan
sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani
maupun rohani, baik fisik maupun mental.
Suatu proses belajar mengajar dikatakan baik, bila proses tersebut
dapat membangkitkan kegiatan beljar yang efektif. Dalam hal ini perlu disadari,
masalah yang menentukan bukan metode atau prosedur yang digunakan dalam
pengajaran, bukan kolot atau moderennya pengajaran, bukan pula konvensional
atau progresifnya pengajaran. Adapun hasil pengajaran itu dikatan betul-betul
baik apabila memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
a.
Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh
siswa.
b.
Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik pengetahuan hasil
proses belajar mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian
kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga dapat mempengaruhi pandangan dan
caranya mendekati suatu permasalahan.[7]
D.
PRINSIP-PRINSIP UMUM TENTANG MENGAJAR
Prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar adalah sebagai berikut :
1.
Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa.
2.
Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat prakif.
3.
Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.
4.
Kesiapan dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam
mengajar.
5.
Mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar.[8]
E.
TEORI TENTANG BELAJAR MENGAJAR
1.
Teori belajar menurut ilmu jiwa daya
Menurut teori ini, jiwa manusia terdiri dari bermacam-macam
daya.Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka untuk memenuhi fungsinya.
Untuk melatih suatu daya daya itu dapat digunakan berbagai cara atau bahan.
Sebagai contoh untuk melatih daya ingat dalam belajar misalnya dengan menghafal
kata-kata atau angka, istilah-istilah asing.Yang penting dalam hal ini bukan
penguasaan bahan atau materinya, melainkan hasil dari pembentukan dari
daya-daya itu.
2.
Teori belajar menurut ilmu jiwa gestalt
Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari
bagian-bagian / unsure.Sebab keberadaannya keseluruhan itu juga lebih
dulu.Sehingga dalam perbuatan belajar bermula pada suatu pengamatan.Tokoh yang
merumuskan penerapan dari kegiatan pengamatan ke kegiatan belajar itu adalah
koffka beroendapat bahwa hukum-hukum organisasi dalam pengamatan itu bisa
diterapkan dalam kegiatan belajar hal ini berdasarkan kenyataan bahwa belajar
itu pada pokoknya yang terpenting adalah penyesuaian pertama, yakni mendapatkan
respon yang tepat.Karena penemuan respon yang tepat tergantung pada kesediaan
diri si subyek belajar dengan segala panca inderanya.Menurut teori ini memang
mudah atau sukarnya suatu pemecahan masalah itu tergantung pada pengamatan.
3.
Teori belajar menurut ilmu jiwa asosiasi
Dari aliran ini ada dua teori yang sangat terkenal, yakni teori
konektionisme dari thorndike dan teori conditioning dari Pavlov.
a.
Teori konektionisme
Menurut
thorndike dasar belajar itu adalah asosiasi antara kesan panca indera dengan
implus untuk bertindak. Dengan kata lain belajar adalah pembentukan hubungan
antara stimulus dan proses, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respons
ini akan terjadi suatu hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan
yang terus menerus , hubungan antara stimulus dan respon ini akan menjadi terbiasa,
otomatis.
Hukum-hukum
yang dikemukakan Thorndike banyak dilakukan dalam kehifupan sehari-hari, baik
disekolah maupun diluar sekolah.Namun perlu di ingat, bahwa teori konectionisme
dengan hukum-hukunnya diterapkan dalam kegiatan belajar sebenarnya ada beberapa
keberatan. Keberatan-keberatan dari teori ini antara lain ;
1.
Belajar menurut teori ini bersifat mekanisme apabila ada stimulus,
dengan sendirinya atau secara mekanis timbul respons. Latihan-latihan ujian,
bahkan ulangan dan ujian para subjek didik banyak yang berdasarkan hal-hal
semacam ini.
2.
Pelajaran bersifat teacher centered.dalam hal ini guru aktif
melatih dan menentukan apa yang harus diketahui subjek didik atau siswa (guru
member stimulus).
3.
Subjek didik atau siswa menjadi pasif, kurang terdorong untuk
berpikir dan juga tidak ikut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan
kebutuhannya. Siswa belajar menunggu datangnya stimulus dari guru.
Teori ini lebih
mengutamakan materi, yakni hanya menumpuk pengetahuan yang diterima dari guru
dan cenderung menjadi intelektualistis.
b.
Teori Conditioning
Kalau seseorang
mencium bau sate, air liur pun mulai keluar (kemecer).Demikian pula kalau
seseorang naik kendaraan dijalan raya, begitu lampu merah, berhenti.Bentuk
kelakuan itu pernah dipelajari berkat conditioning.Bentuk kelakuan
semacam ini pernah dipelajari oleh Pavlov dengan mengadakan percobaan dengan
anjing.Tiap kali anjing itu diberi makan, air liurnya keluar.Begitu seterusnya
hal itu dilakukan berkali-kali dan sring diulangi, sehingga menjadi kebiasaan.
Karena sudah menjadi kebiasaan, maka pada suatu ketika lampu dinyalakan tetapi
tidak diberi makanan, air liur anjing pun keluar.
Teori ini kalau
diterapkan dalam kegiatan belajar juga banyak kelemahannya. Kelemahan-kelemahan
itu antara lain :
a.
Percobaan dalam laboratorium, berbeda dengan keadaan sebenarnya.
b.
Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi dan
sebagainya) dapat memengaruhi hasil eksperimen.
c.
Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tidak dikenal.
Dengan kata lain, tidak dapat diramalkan lebih dulu, stimulus manakah yang
menarik perhatian seseorang.
d.
Teori ini sangan sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan
segala seluk beluk belajar yang ternyata sangat kompleks itu.
Melihat ketiga
teori belajar yang dirumuskan menurut Ilmu Jiwa Daya, Gestalt maupun Asosiasi,
ternyata memang berbeda-beda.Namun demikian sebagai teori yang berkaitan dengan
kegiatan belajar, ketiganya ada beberapa persamaannya. Persamaan itu antara
lain mengakui adanya prinsip-prinsip berikut ini :
a.
alam kegiatan belajar, motivasi merupakan factor yang sangat
penting.
b.
Dalam kegiatan belajar selalu ada halangan atau kesulitan.
c.
Dalam belajar memerlukan aktivitas.
d.
Dalam menghadapi kesulitan, sering terdapat kemungkinan
bermacam-macam respons.
c.
Teori Konstruktivisme
Disamping
teori-teori tersebut penting juga untuk diketahui mengenai “teori
konstruktivisme”.Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.Von
Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan.Penegtahuan bukan gambaran dari dunia penyataan yang ada.Tetapi
pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kongnitif penyataan
melalui kegiatan seseotang.
Secara sederhana
konstruktivisme itu berangapan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi dari
kita yang mengetahui sesuatu.Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal
ditemukan, melainkan suatu petumusan yang diciptakan orang yang sedang
mempelajarinya.Jadi seseorang yang belajar itu membentuk pengertian.
Bettencourd (1989) menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti
hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi
tahu tentang sesuatu (Lih. Paul Suparno, 1997).
Menurut pandangan
dan teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif dari sisubjek belajar
untuk merekonstruksi warna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman
fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang
suadah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang. [9]
Ciri-ciri
belajar mengajar secara konstruktivisme adalah sebagai berikut, sebagaimana
dijelaskan oleh asrori, (2007) :
1.
Menekankan pada proses belajar bukan proses belajar.
2.
Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
3.
Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai.
4.
Pepadangan bahwa belajar merupakan suatu proses bukan menekankan
pada hasil.
5.
Memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.
Secara garis
besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar
adalah sebagai berikut :
1.
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali
hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.
Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
konstruksi berjalan lancar.
4.
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi angapan siswa.[10]
Jadi menurut
teori konektivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif dimana si subjek belajar
mebangun sendiri pengetahuannya.Sebjek belajar juga mencarisendiri makna dari
sesuatu yang mereka pelajari.
Sesuai dengan prinsip-prinsip
tersebut, maka proses mengajar, bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari
guru ke subjek belajar atau siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan
subjek belajar merekontruksi sendiri pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk partisipasi
dalam subjek belajar dalam membentuk pengetahuan, dan membuat makna, mencari
kejelasan dan menentukan justifikasi.Prinsip penting, berpikir lebih bermakna
daripada mempunyai jawaban yang benar atas sesuatu.Karena guru dalam hal ini
berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membuat optimilisasi belajar
siswa.[11]
BAB III
CRITICAL
THINGKING
Tujuan
dari belajar yakni pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan
terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer. Oleh karena itu, guru tidak
sekedar ``pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan
nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dalam berhadapan dengan peserta didik,
guru berperan sebagai fasilitas belajar dan pembimbing belajar.Dengan dilandasi
nilai-nilai itu, anak didik atau siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya,
untuk mempraktikkan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya. Cara berinteraksi
atau metode-metode yang dapat digunakan misalnya dengan diskusi, demontrasi,
sosiodrama, role playing.Sebagai pengajar kita seharusnya menguasai pengetahuan
atau materi yang akan kita sampaikan kepada peserta didik. Dalam proses
belajar, guru meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Seseorang itu belajar karena berinteraksi dengan lingkungannya
dalam rangka mengubah tingkah laku.Belajar dapat dikatakan sbagai upaya
perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan, seperti membaca, mendengar,
mengamati dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam belajar perlu adanya
proses internalisasi, sehingga akan menyangkut matra kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Tujuan belajar yaitu untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman
konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap.Ada beberapa teori tentang
belajar yakni teori menurut ilmu jiwa daya, ilmu jiwa gestalt dan ilmu jiwa
asosiasi.
Sebagai kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar
adalah kegiatan mengajar.Mengajar adalah usaha untuk menciptakan kondisi yang
kondusif agar berlangsung kegiatan belajar yang bermakna dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Sardiman, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta 2012, Raja grafindo persada
Agus N. Cahyo, Panduan
Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar, Jogjakarta 2013, Diva Pres
Muhammad Rohman;Sofan
Amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran, Jakarta
2013, Prestasi Pustaka
Oemar hamalik, Proses
Belajar Mengajar, Jakarta 2001, bumi aksara
Dimyati,mujionoBelajar
dan Pembelajaran, Jakarta 2006, Rineka Cipta
[1]
Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta 2012,
Raja Grafindo Persada hlm 20-22
[2]
Dimyati,mujiono Belajar dan Pembelajaran Jakarta 2006 Rineka Cipta hlm 9-14
[3]
Sardiman A.M., Op.Cit, hlm 22-25
[5] Oemar hamalik, Proses Belajar Mengajar,
Jakarta 2001, bumi aksara hlm 44
[6]
Sardiman A.M, Op.Cit, hlm 47
[7]
Ibid hlm 49-50
[8]
Muhammad Rohman;Sofan Amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem
Pembelajaran, Jakarta 2013, Prestasi Pustaka hlm 46
[10]
Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar, Jogjakarta
2013, Diva Pres hlm 48-50
[11]Sardiman,
Op.Cit, hlm38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar